Senin, 02 Desember 2013

Lafadz-lafadz Shalawat dan Penjelasannya (2)


Ketiga, hadits-hadits di atas, dapat mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa para sahabat telah terbiasa menyusun doa-doa dan bacaan shalawat kepa
- See more at: http://mediaislam-com.blogspot.com/2013/09/kebolehan-redaksi-shalawat-para-sahabat.html#sthash.4ao4CQG1.dpuf
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sebanyak jumlah orang yang bershalawat kepadanya,limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sebanyak jumlah orang yang tidak bershalawat kepadanya, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sebagaimana shalawat yang Engkau perintahkan kepadanya, lim-pahkanlah shalawat kepada Muhammad sebagaimana Engkau suka agar dibacakan shalawat atasnya, dan lim-pahkanlah pula shalawat kepada Muahammd sebagaimana seharusnya shalawat atasnya."
Shalawat di atas dinamakan Al-Shalât al-'Adâdiyyah.

Artinya: "Ya Allah, limpakanlah shalawat atas Nabi kami, Muhammad, selama orang-orang yang ingat menyebut-Mu dan orang-orang yang lalai melupakan untuk menyebut-Mu "
Penjelasan:
Shalawat ini dan shalawat sebelumnya (no.17) adalah dua sighat shalawat dari Imam Al-Syâfi'i r.a.
Berkaitan dengan shalawat pertama (no.17) telah dice-ritakan di dalam syarah atas kitab Dalâ'il, bahwa Imam Al-Syâfi'i pernah bermimpi bertemu seseorang, lalu dikatakan kepadanya, "Apa yang telah diperbuat Allah atas diri Anda?"
Imam Al-Syâfi'i menjawab, Allah telah mengampuni diriku." "Dengan amal apa?" orang itu bertanya lagi.
"Dengan lima kalimat yang aku pergunakan untuk memberi shalawat kepada Nabi Saw.," Jawab Imam Al-Syafi'i.
"Bagaimana bunyinya?"
Lantas beliau mengucapkan shalawat tersebut di atas.
Sedangkan berkaitan dengan shalawat kedua (no.18 ), Al- Mazânî bertutur sebagai berikut:
Saya bermimpi melihat Imam Al-Syâfi'i. Lalu saya bertanya pada beliau, "Apa yang telah diperbuat Allah terhadap diri Anda?"
Beliau menjawab, Allah telah mengampuni diriku berkat shalawat yang aku cantumkan di dalam kitab Al-Risâlah, yaitu: Allâhumma shalli 'alâ Muhammadin kullama dza-karaka al-Dzâkirûna wa Shalli 'alâ Muhammadin kullamâ ghafala 'an dzikrik al-Ghâfilûna."
Sementara itu, Imam Al-Ghazali di dalam kitab Al-Ihyâ' menuturkan hal berkut:
Abu Al-Hasan Al-Syâfi'i menuturkan, "Saya telah bermimpi melihat Rasulullah Saw., lalu saya bertanya, "Ya Rasulullah, dengan apa Al-Syâfi'i diberi pahala dari sebab ucapannya dalam kitab Al-Risâlah: Washallallâhu 'alâ muhammaddin kullamâ dzakara al-Dzdâkirûn waghafala 'an dzikrik al-ghâfilûn?' Rasulullah meniawab: 'la tidak ditahan untuk dihisab."'

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas cahaya di antara segala cahaya, rahsia di antara segala rahasia, pe-nawar duka, dan pembuka pintu kemudahan, yakni Say-yidina Muhammad, manusia pilihan, juga kepada ke-luarganya yang suci dan sahabatnya yang baik, sebanyak jumlah kenikmatan Allah dan karunia-Nya."
Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari Sayyid Ahmad Al-Badawi r.a., Sayyid Ahmad Ruslan mengomentari shalawat ini, "Sha-lawat ini sangat mujarab untuk menunaikan hajat, mengusir kesusahan, menolak bencana, dan memperoleh ca-haya; bahkan sangat manjur untuk segala keperluan."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam atas Muhammad, Nabi yang ummi; juga kepada keluarga dan para sahabatnya, sebanyak jumlah apa Yang Engkau ketahui, seindah apa Yang Engkau ketahui, dan sepenuh apa Yang Engkau ketahui."
Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari Sayyid Syamsuddin Muham-mad Al-Hanafi r.a. (Sultan Hanafi). la termasuk salah seorang keturunan Abu Bakar Al-Shiddiq r.a. la telah menjabat kedudukan sebagai kutub para wali (quthb awliya) selama 46 tahun 3 bulan dan beberapa hari. Selama masa jabatannya itu, ia merupakan quthb ghawts mufrad jam'i.
Banyak sekali cerita-cerita berkenaan dengan riwayat hidup dan karamahnya: Di antaranya ia tidak pernah ber-diri satu kali pun bila menyambut kedatangan para raja. Bahkan, jika ada salah searang di antara raja-raja itu datang kepadanya, raja tersebut merendahkan diri di hadapannya, duduk dengan sopan tanpa menaleh ke kiri dan ke kanan selama berada di hadapan beliau.

Artinya: "Ya Allah limpahkan shalawat, salam, dan berkah, kepada Muhammad-- cahaya zat dan rahasia yang berjalan di malam hari--di dalam seluruh asma dan sifat."
Penjelasan:
Shalawat di atas bersumber dari Sayyidina Abu Al-Hasan Al-Syadzili r.a. ia berbanding dengan seratusribu shalawat lainnya. Ada yang mengatakan bahwa shalawat ini berguna untuk melepaskan kesulitan.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah atas Sayyidina Muuammad--pembuka hal-hal yang terkunci; penutup perkara-perkara yang sudah berlalu; penolong kebenaran dengan kebenaran; dan penunjuk jalan kepada jalan-Mu yang lurus. Semoga Allah senan-tiasa melimpahkan shalawat kepadanya, juga kepada keluarga dan para sahabatnya, sesuai dengan derajat dan kedudukannya yang tinggi."
Penjelasan:
Shalawat di atas berasal dari Sayyid Abu Al-Mukarim Syaikh Muhammad Syamsuddin bin Abi Al-Hasan Al-Bakri r.a.
Di antara khasiat shalawat ini adalah, bahwa bagi siapa saja yang membacanya, walaupun hanya satu kali seumur hidupnya, ia tidak akan masuk neraka. Sebagian ulama Maroko mengatakan, bahwa shalawat ini turun ke atasnya dalam satu sahifah dari Allah. Ada pula yang mengatakan bahwa, satu kali shalawat ini menyamai sepuluh ribu-bahkan ada yang menyatakan pula enamratus ribu--shalawat lainnya.
Barangsiapa yang men-dawam-kan (membiasakan secara rutin) membacanya selama empat puluh hari, Allah akan mengampuninya dari segala dosanya. Barangsiapa yang membacanya sebanyak seribu kali pada malam Kamis, Jumat atau Senin, ia akan berkumpul dengan Nabi Saw. Akan tetapi, sebelumnya hendaklah ia melakukan salat sunnah empat rakaat: Pada rakaat pertama ia membaca Surah Al-Fâtihah dan Al-Qadr. Pada rakaat kedua sesudah Al-Fâtihah ia membaca Surah Al-Zalzalah. Pada rakaat ketiga sesudah Al-Fâtihah ia membaca Surah Al-Kafirun. Pada rakaat keempat sesudah Al-Fâtihah ia membaca Surah Al-Mu'awwidzatayn (surah Al-Falaq dan Al-Nâs). Hendaklah ia membakar kemenyan Arab ketika membaca shalawat tersebut.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, sebanyak apa yang ada di dalam pe-ngetahuan Allah, dengan shalawat yang kekal seba-gaimana kekalnya kerajaan Allah."
Penjelasan:
Sayyid Ahmad Al-Sakhâwî, dengan menukil dari ulama lainnya mengatakan bahwa shalawat tersebut di atas me-nyamai 600,000 shalawat lainnya. Shalawat ini dikenal dengan sebutan, "Shalawat Kebahagiaan".
Sedangkan Syaikh Dahlan memberikan komentamya, "Shalawat ini merupakan sighat shalawat yang sempurna. Orang yang membacanya secara rutin tiap-tiap hari Jumat sebanyak seribu kali akan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah, kepada sayyidina Muhamamd dan keluarganya; sebanyak kesempurnaan Allah dan segala yang sesuai dengan sesuai dengan kesempurnaan-Nya itu."
Penjelasan:
Shalawat ini dikenal di kalangan ahli tarekat sebagai shalawat "Kamaliyah". Mereka telah memilih shalawat tersebut sebagai wirid karena pahalanya yang tidak terhingga.
Ada yang menyatakan bahwa shalawat ini menyamai pahala 14.000 shalawat lainnya.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan berkah kepada penghulu kami, Muhammad-Nabi yang ummi, yang terkasih, yang tinggi kedudukannya, dan yang besar wibawanya; juga kepada keluarga dan para sahabatnya."
Penjelasan:
Tentang shalawat ini, ada yang mengatakan bahwa Nabi Saw. bershalawat atas dirinya dengan shalawat tersebut.
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muuhammad dan keluarga Sayyidina Muhammad, di dalam setiap kejapan mata dan tarikan napas, serta sebanyak jumlah ilmu yang Engkau miliki."
Penjelasan:
Shalawat ini diterima oleh Maulana Syaikh Al-Hindi dari Nabi Saw. Di antara keistimewaannya adalah: jika Anda membacanya secara rutin, Anda akan memperoleh ilmu dan rahasia langsung dari Nabi Saw.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan kesejahteraan yang paripurna kepada junjunan kami, Muhammad, yang dengan perantaraan beliau itu dilepaskan semua ikatan, dilenyapkan segala kesusahan, di-tunaikan segenap kebutuhan, diperoleh segala keinginan, dicapai akhir yang baik, dan diberi minum dari awan berkat wajahnya yang mulia, juga kepada keluarga dan para sahabatnya, dalam setiap kejapan mata dan tarikan napas, sebanyak jumlah pengetahuan yang Engkau miliki."
Penjelasan:
Shalawat ini lebih dikenal dengan sebutan "shalawat Tafrijiyah". Tentang shalawat ini, Imam Al-Qurthubi me-nuturkan bahwa, barangangsiapa yang membacanya secara rutin setiap hari sebanyak 41 kali atau 100 kali atau lebih, Allah akan melenyapkan kecemasan dan kesusahan-nya, menghilangkan kesulitan dan penyakitnya, memudah-kan urusannya, menerangi hatinya, meninggikan kedudukannya, memperbaiki keadaannya, meluaskan rezeki-nya, dan membukakan baginya segala pintu kebaikan, dan lain-lain.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad-hamba dan Rasul-Mu serta Nabi yang ummi; atas keluarga Muhammad dan para isterinya, ibu kaum Mukmin, serta atas keturunan dan keluarganya-sebagai-mana Engkau telah melimpahkan shalawat itu kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Di alam raya ini se-sungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia.
Ya Allah berkatilah Muhammad--hamba dan rasul-Mu serta Nabi yang ummi; jugakeluarga dan para isterinya, ibu kaum Mukmin serta keturunan dan Ahli Baitnya-- se-bagaimana Engkautelah memberkati Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Di alam raya ini sesungnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia."

Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari hadis yang sahih.
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat, berkah, dan rahmat-Mu kepada Muuhammad-hamba, Nabi, dan utusan-Mu; Nabi yang ummi, penghulu para rasul, imam orang-orang yang bertakwa, dan penutup para Nabi; Imam kebaikan dan panglima kebaikan, serta rasul rahmat, juga kepada isteri-isterinya, ibu kaum beriman, dan kepada keturunan dan Ahli Baitnya; kepada keluarga dan para sahabatnya, para penolong dan para pe-ngikutnya, serta umat dan para pencintanya-sebagaimana Engkau telah melimpahkan shalawat, berkah, rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Di alam raya ini sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.
Limpahkanlah pula shalawat, berkah, dan rahmat atas kami bersama mereka, dengan shalauwat-Mu yang paling utama dan berkah-Mu yang paling suci; selama orang-orang yang ingat menyebut nama-Mu dan orang-orang yang lalai melupakan-Mu; sebanyak jumlah yang genap dan yang ganjil; sebanyak jumlah kalimat-Mu yang sem-purna dan diberkahi; dan sebanyak jumlah makhluk-Mu, keridhaan diri-Mu, perhiasan arsy-Mu, dan tintakalimat-Mu--shalawat yang kekal sekekal diri-Mu.
Ya Allah, bangkitkanlah dia pada Hari Kiamat kelak pada derajat kedudukan yang terpuji, yang diinginkan oleh orang-orang dulu maupun orang-orang setelahnya; tem-patkanlah dia pada tempat yang dekat dengan-Mu pada Hari Kiamat; perkenankanlah syafaatnya yang besar; angkatlah derajatnya yang tinggi; dan berikanlah ke-padanya semua permintaannya di akhirat dan di dunia, sebagaimana yang telah Engkau berikan kepada Ibrahim dan Musa.
Ya Allah, jadikanlah kecintaannya di dalam kalangan mereka yang disucikan, kasih-sayangnya di kalangan mereka yang didekatkan, dan sebutannya di dalam ka-langan mereka yang ditinggikan. Berikanlah pahala yang setimpal kepadanya dari kami sesuai dengan haknya, dengan sebaik-baik pahala yang Engkau berikan kepada para Nabi dan umatnya. Berikanlah kebaikan kepada semua nabi. Shalawat dari Allah dan kaum Mukmin senantiasa terlimpah kepada Muhammad, Nabi yang ummi. Salam sejahtera tercurah atasmu, duhai Baginda Nabi, serta rahmat Allah, berkah-Nya, ampunan-Nya, dan keridhaan-Nya.
Ya Allah, sampaikanlah salam kami kepadanya, balaslah salam kami olehnya, tetapkanlah pada umat dan ke-turunannya amal perbuatan yang akan menyenangkan hatinya. Duhai Tuhan semesta alam."

Penjelasan:
Shalawat ini adalah shalawat yang dikumpulkan oleh Al-Hâfizh Al-Sakhâwî di dalam kitab Al-Qawl al-Badî'. Disebutkan pula oleh Ibn Al-Hajar di dalam Al-Durr al-Mandhûdh bahwa ia menghim pun segala lafal yang diriwayatkan.

Artinya: "Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam atas junjunann kami Muhammad, Nabi yang ummi; juga kepada keluarga dan para sahabatnya, selama orang-orang yang ingat menyebut-Mu dan orang-orang yang lalai melupakan-Mu sebanyak apa yang diliputi oleh ilmu Allah, dituliskan oleh qalam Allah, diterapkan dalam hukum Allah, dan seluas ilmu Allah; sebanyak jumlah segala sesuatu, berlipat gandanya segala sesuatu, dan sepenuh segala sesuatu; serta sebanyak makhluk Allah, perhiasan arsy Allah, keridhaan Allah, tinta kalimat Allah; seerta semua yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan semua yang ada di dalam ilmu Allah dengan shalawat yang menghabiskan seluruh bilangan dan meliputi seluruh batasan; juga dengan shalawat yang berkesinambungan dengan kekalnya kerajaan Allah dan abadi dengan keabadian Allah."
Penjelasan:
Shalawat ini disebutkan oleh Syaikh Al-Dayrabi di dalam Mujarrabat-nya. Ia termasuk sighat yang sangat bagus sekali untuk memberi shalawat kepada Nabi Saw.
Ada yang berpendapat bahwa orang yang membacanya secara rutin selama sepuluh malam, tiap-tiap malam sebanyak seratus kali, pada saat hendak berbaring tidur di tempat tidurnya, sambil menghadap kiblat dan dalam keadaan suci yang sempurna, akan bermimpi melihat Nabi Saw.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad, serta keluarga dan para sahabatnya, sebanyak jumlah huruf yang digariskan oleh qalam."
Penjelasan:
Shalawat ini disebutkan oleh pengarang kitab Bughyah al-Mustarsidîn, Mufti Hadramaut, Sayyid Syarif 'Abdurrahman bin Muhammad Ba'alawi.
Di antara faedah shalawat ini disebutkan diungkapkan oleh Quthb Al-Baddad. la mengatakan bahwa yang menjadikan seseorang meninggal dunia dalam keadaan baik (khusnul khâtimah) adalah jika tiap-tiap selesai mengerjakan salat maghrib ia mengucapkan, "Astaghfirullâh alladzî lâ ilâha illâ huwa al-hayy al-qayyûm, alladzî lâ yamûtu wa atûbu ilayh, rabbigh-firlî," kemudian diikuti oleh pembacaan shalawat di atas. Barangsiapa yang membaca kalimat-kalimat di atas sebelum berbicara tentang yang lainnya, niscaya ia akan meninggal dalam keadaan beriman.
Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjunan kami, Muhammad-hamba, Nabi, dan Rasul-Mu, Nabi yang ummi; juga kepada keluarga Muhammad, dengan shalawat yang menjadikan kerelaan bagi kami dan penunaian bagi haknya. Berikanlah ke-padanya wasilah dan maqam yang terpuji yang telah Engkau janjikan. Balaslah ia dari kami dengan balasan yang sepantasnya; dan balaslah ia dengan balasan yang paling baik daripada balasan yang telah Engkau berikan kepada seorang nabi dari umatnya. Limpahkanlah pula shalawat-Mu atas semua saudara-saudaranya dari go-longan para nabi, shiddiqun, syuhada, dan orang-orang salih.
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad di kalangan umat terdahulu, dan limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sampai Hari Kiamat.
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada ruh Muhammad di dalam alam ruh, limpahkanlah shalawat kepada jasadnya di dalam alam jasad, dan limpahkanlah kepada kuburnya di dalam alam kubur, jadikanlah semulia-mulia shalawat-Mu, setinggi-tinggi berkah-Mu, selembut-lembut kasih sayang-Mu dan ridha-Mu kepada Muhammad-hamba, Nabi, dan Rasul-Mu, serta berikanlah kesejahteraan yang banyak kepadanya."

Penjelasan:
Shalawat tersebut di atas dikemukakan oleh lmam Al-'Ârif Syihabuddin Ahmad Al-Suhrawardi di dalam kitabnya, 'Awârif al-Ma'ârif; telah pula dikemukakan oleh Syaikh Nabhay di dalam kitabnya, Afdhal al-Shalawâti 'an-Sayyidi al-Sâdâti, yang di dalamnya diterangkan banyak sekali faedah untuk masing-masing bagian darinya.
Diriwayatkan dari Al-Faqih Al-Shâlih 'Umar bin Sa'id bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Barangsiapa yang mengucapkan shalawat tersebut setiap hari 33 kali, Allah akan membukakan baginya (pintu) antara kuburnya dan kuburku."

Artinya: "Shalawat Allah, malaikat-Nya, para nabi-Nya, dan seluruh makhluk-Nya, semoga senantiasa tercurah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, atasnya serta atas mereka tercurah salam, rahmat, dan berkah Allah."
Penjelasan:
Shalawat di atas bersumber dari Imam 'Alî bin Abî Thalib k.w., kemudian diwartakan oleh Abû Mûsâ Al-Madînî r.a.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada orang yang ruhnya menjadi mihrab arwah, malaikat, dan seluruh alam. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada orang yang menjadi imam para nabi dan seluruh alam. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada orang yang menjadi pemimpin penduduk surga, yaitu hamba-hamba Allah yang beriman."
Penjelasan:
Shalawat ini adalah shalawat Sayyidah Fathimah Al-Zahra'. Pengarang kitab Al-Ibrîz, Sayyid 'Abdul 'Azîz Al-Dabbâgh, telah banyak membicarakan shalawat ini di dalam kitabnya tersebut. Yang ingin mengetahui tentang shalawat ini secara lebih luas dapat meneliti kitab tersebut.

Artinya: "Ya Allah, Tuhan yang selalu memberikan karunia kepada manusia Tuhan yang selalu membukakan tangan-Nya lebar-lebar dengan pemberian; Tuhan yang mempunyai pemberian-pemberian yang mulia limpah-kanlah shalawat atas Muhmmad, sebaik-baik manusia, dengan penghormatan; ampunilah pula kami, duhai Tuhan Yang Maha Tinggi di sore ini."
Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari sahabat 'Abdullah bin Abbas r.a. Dan dikemukakan oleh Abû Mûsâ Al-Madînî r.a.
Artinya: "Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan atas keluarganya, sahabat-sahabatnya, anak-anaknya, isteri-isterinya, keturunannya, Ahli Baitnya, para penolongnya, para pengikutnya, para pencintanya, dan umatnya; dan jadikanlah kami bersama mereka semua duhai Tuhan Yang paling penyayang di antara semua penyayang."
Penjelasan:
Shalawat ini dikemukakan di dalam kitab Al-Syifâ' dari Hasan Al-Bashri. Beliau berkata, "Barangsiapa yang ingin minum dari piala dengan minuman telaga Rasulullah Saw., hendaklah ia membaca shalawat itu."
Artinya: "Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada Sayyidina Muhammad, selama orang-orang yang ingat menyebut nama-Nya dan selama orang-orang yang lalai melupakan-Nya, Semoga Dia melimpahkan shalawat ke-padanya di kalangan orang-orang terdahulu dan setelahnya, dengan shalawat yang paling utama, paling banyak, dan paling baik daripada shalawat yang dilim-pahkan-Nya kepada salah seorang dari ummatnya dengan shalawatnya kepadanya. Salam sejahtera atasnya, teriring rahmat Allah dan berkah-Nya. Semoga Allah membalasnya dari kami dengan balasan yang lebih baik daripada balasan-nya kepada rasul dari orang-orang yang diutus kepadanya. Sebab, dia telah melepaskan kami dari ke-binasaan, dan menjadikan kami sebaik-baik ummat yang dikeluarkan bagi manusia, beragama dengan agamanya yang telah diridhai dan dipilih oleh para malaikat-Nya dan orang-orang yang telah diberi-Nya nikmat di antara makhluk-Nya. Oleh karena itu, tidaklah kami mendapat nikmat -baik yang nyata maupun yang tersembunyi, yang kami peroleh dengannya dalam urusan agama dan dunia, dan diangkatkannya keburukan dari kami di dalam keduanya atau di dalam salah satu dari keduanya- melainkan Muhammad Saw.-lah yang menjadi sebabnya; yang memimpin kepada kebaikannya; yang menunjukkan kepada tuntunannya; yang membebaskan dari kebinasaan dan tempat-tempat jahat, yang mengingatkan, sebab-sebab yang mendatangkan kebinasaan; yang tegak me-laksanakan nasihat, tuntunan, dan peringatan darinya. Semoga shalawat dan salam Allah selalu tercurah kepada Sayyidina Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Dia telah mencurahkan shalawat kepada Ibrahim dan ke-luarganya, serta sebagaimana Dia telah mehmpahkan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim; Sesungguhnya Dia Maha terpuji lagi Maha muha."

Penjelasan:
Shalawat di atas bersumber dari Imam Al-Syâfi'i r.a. Dan mempunyai penyempurnaan di dalam Al-Risâlah oleh Imam Al-Syâfi'i. Shalawat ini banyak sekali faedahnya, terutama bila dibaca sesudah membacaa Shalawat Nurul Qiyâmah, Yaitu shalawat nomor 16.

Artinya: " Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam atas pemimpin para pemimpin dan tujuan dari semua keinginan, Muhammad, kekasih-Mu yang dimuliakan; juga atas keluarga dan para sahabatnya".
Penjelasan:
Shalawat ini bersumber dari Sayyidi Abu Thahir bin Sayyid 'Alî Wafâ'.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad, yang dengannya kegelapan menjadi terang. Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muham-mad, yang diutus dengan rahmat bagi setiap umat. Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad, yang dipilih untuk memimpin risalah sebelum diciptakan Lawh dan Qalam. Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad, yang disifati dengan akhlak dan perangai yang utama. Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad. yang dikhususkan dengan kalimat yang menyuruh dan hikmah tertentu. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, yang tidak dilanggar kehorrmtan di majelisnya, dan tidak dibiarkan orang yang menganiayanya. Ya Allah, limpah-kanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, yang bisa berjalan dinaungi oleh awan kemana dia menuju. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad yang dipuji oleh Tuhan kemuliaan dimasa lalu. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, yang dilimpahi shalawat oleh Allah di dalam Kitab-Nya yang sempurna dan kita diperintahkan-Nya supaya ber-shalawat kepadanya. Semoga Shalawat Allah selalu dicurahkan kepadanya; kepada keluarganya, sahabat-sa-habatnya, isteri-isterinya--selama hujan turun dengan
deras dan selama orang-orang berdosa mendapat uluran kemurahan. Semoga Allah melimpahkan kepadanya salam sejahtera, kehormatan, dan kemuliaan."

Penjelasan:
Shalawat di atas bersumber dari Sayyid Al-Faklhani, pengarang kitab Al-Fajr Al-Munîr fî Al-Shalâh 'ala Al-Basyîr Al-Nadzîr.

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjunan kami Muhammad, juga kepada ke-luargaya, saahabat-sahabatnya sebanyak jumlah, apa-apa yang diliputi oleh ilmu-Mu, digariskan oleh qalam-Mu, dan ditetapkan dalam hukum-Mu terhadap makhluk-Mu; Curahkanlah kelembutan-Mu di dalam seluruh urusan kami dan kaum muslimin."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, keluarganya sahabatnya-dengan, dan para shalawat yang melebihi shalawat-shalawat yang diucapkan oleh orang-orang yang bershalawat dari sejak permulaan masa sampai akhirnya; seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya, sepenuh neraca dan penghabisan ilmu."
Penjelasan:
Shalawat ini dan shalawat sebelumnya (no.40) ada di dalam kitab Masâlik al-Hunafâ. Tentang shalawat ini, Imam Al-Ghazali, mengutip perkataan Al-Qastalani, mengatakan, "Kedua shalawat ini dibaca bersama shalawat no.32 supaya mendapatkan keutamaan yang tidak terhingga."

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad, sebanyak jumlah huruf-huruf di dalam Al-Quran; limpahkanlah shalawat dan salam, kepada Muhammad, sebanyak jumlah tiap-tiap huruf yang dilipatgandakan sejuta; dan limpahkanlah sha-lawat dan salam kepada sayyidina Muhammad, sebanyak jumlah tiap-tiap seribu yang dilipatgandakan."

Artinya: "Ya Allah, limpahkan shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawat yang bertemu dengan cahayanya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawat yang bergandengan dengan sebutan dan yang disebutnya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawat yang menerangi kuburnya dengan seterang-terangnya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Sayyidina Muhammad, dengan shalawlat yang melapangkan dadanya dan menyebabkan kegembiraannya. Limpahkanlah pula shalawat kepada semua saudaranya dari golongan para nabi dan wali, dengan shalawat sebanyak jumlah cahaya dan kemunculannya."
Penjelasan:
Shalawat ini dan shalawat sebelumnya (No.42) dikemukakan oleh Al-Qastalani di dalam kitab Masâlik al-Hunafâ'. Beliau menghimpun sepuluh shalawat yang tidak dinisbahkan kepada seorangpun.

Kebolehan Redaksi Shalawat Para Sahabat Nabi dan Para Ulama

Dipublikasikan oleh Syabab Nusantara Selasa, 24 September 2013 1 komentar
 Dalam amaliah sehari-hari mayoritas kaum Muslimin, yang sangat mencintai dan menghormati Nabi Muhammad SAW dengan penuh ta’zhim, telah dikenal sekian banyak redaksi shalawat kepada Nabi SAW, seperti Shalawat Munjiyat, Shalawat Nariyah, Shalawat Fatih, Shalawat Thibbul Qulub dan lain-lain. Kebanyakan redaksi shalawat-shalawat tersebut tidak disusun oleh Nabi sendiri, tapi disusun oleh para ulama dan auliya terkemuka yang tidak diragukan dalam keilmuan dan ketakwaannya.


Pertanyaan yang sering diajukan oleh kaum Wahhabi seperti Ibn Baz, al-Utsaimin, al-Albani, Mahrus Ali, dan lain-lain adalah: Bolehkah mengamalkan shalawat yang tidak disusun oleh Nabi SAW, bahkan tidak dikenal pada masa beliau?. Bahkan terakhir, tayangan Khazanah Trans 7 pada hari Jum’at 12 April 2013 menayangkan hal tersebut dengan membid’ahkan amaliah sholawat yang dikarang oleh ulama.
Sedangkan mengenai bentuk redaksinya, shalawat itu ada dua macam, yaitu Shalawat Ma’tsur dan Shalawat Ghoiru Ma’tsur. Shalawat Ma’tsur adalah shalawat yang dibuat oleh Rasululloh SAW sendirir, baik kalimat, cara membaca, waktu maupun fadhilahnya.
Adapun Shalawat yang masuk kategori Ghoiru Ma’tsur, adalah seperti shalawat yang disusun oleh Imam Al Ghazali, shalawat Quthbul Aqthab yang disusun oleh Sayid Abdullah bin Alawi Al-Hadad, Shalawat Nariyah, Shalawat Munjiyat, Shalawat Mukhathab dan lain – lain.
hadits anas Mayoritas kaum “muslimin, berpandangan bahwa mengamalkan shalawat-shalawat yang disusun oleh para ulama dan auliya seperti Shalawat Munjiyat, Shalawat Nariyah, Shalawat al-Fatih, Shalawat Thibbul Qulub dan lain-lain adalah dibolehkan dan disunnahkan sesuai dengan paradigma umum yang mengakui adanya bid’ah hasanah dalam agama. Terdapat sekian banyak dalil -selain dalil-dalil bid’ah hasanah sebelumnya- yang menjadi dasar kebolehan membaca doa-doa dan shalawat-shalawat yang belum pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Di antara dalil- dalil tersebut akan kami sebutkan satu persatu di bawah.
1. Hadits Anas bin Malik RA.

“Anas bin Malik berkata: “Suatu ketika Rasulullah SAW  bertemu dengan laki-laki a’rabi (pedalaman) yang sedang berdoa dalam shalatnya dan berkata: “Wahai Tuhan yang tidak terlihat oleh mata, tidak dipengaruhi oleh keraguan, tidak dapat diterangjkan oleh para pembicara, tidak diubah oleh perjalanan waktu dan tidak oleh malapetaka; Tukan yang mengetahui timbangan gunung, takaran lautan, jumlah tetesan air luijan, jumlah daun-daun pepohonan, jumlah segala apa yang ada di bawah gelaapnya malam dan terangnya siang, satu langit dan satu bumi tidak menghalanginya ke langit dan bumi yang lain, lautan tidak dapat menyembunyikan dasarnya, gunung tidak dapat menyembunyikan isinya, jadikanlah umur terbaikku akhimya, amal terbaikku pamungkasnya dan hari terbaikku hari aku bertemu dengan-Mu.”
Setelah laki-laki a’rabi itu selesai berdoa, Nabi SAW memanggilnya dan memberinya hadiah berupa emas dan beliau berkata kepada laki-laki itu: “Aku memberimu emas itu karena pujianmu yang bagus kepada Allah ‘azza wa jalla”.
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al- Ausath (9447) dengan sanad yang jayyid.
Hadits ini menunjukkan bolehnya berdoa dengan doa yang belum pernah diajarkan oleh Nabi Dalam hadits tersebut, Nabi tidak menegur si a’rabi yang berdoa dengan susunannya sendiri, juga tidak berkata kepadanya: “Mengapa kamu berdoa dengan doa yang belum pernah aku ajarkan?!”. Akan tetapi Nabi SAW justru memujinya dan memberinya hadiah.
2. Hadits Abdullah bin Mas’ud

وَعَنِ أَبِنِ مَسْعُوْدٍ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: اِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاَحْسِنُوْا الصَّلاَةَ عَلَيْهِ فَاِنَّكُمْ لاَتَدْرُوْنَ  لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ فَقَالُوْا لَهُ : فَعَلِّمْنَا, قَالَ: اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَاِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ اِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ وَرَسُوْلِ الرَّحْمَةِ , الَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا يَغْبِطُهُ بِهِ اْلاَوَّلُوْنَ وَاْلاَخِرُوْنَ.رواه ابن ماجه


“Abdullah bin Mas’ud berkata: “Apabila kalian bershalawat kepada Rasulullah SAW, maka buatlah redaksi shalawat yang bagus kepada beliau, siapa tahu barangkali shalawat kalian itu diberitahukan kepada beliau.” Mereka bertanya: “Ajari kami cara shalawat yang bagus kepada beliau.” Beliau menjawab: “Katakan, ya Allah jadikanlah segala shalawat, rahmat dan berkah-Mu kepada sayyid para rasul, pemimpin orangorang yang bertakwa, pamungkas para nabi, yaitu Muhammad hamba dan rasul-Mu, pemimpin dan pengarah kebaikan dan rasul yang membawa rahmat. Ya Allah anugerahilah beliau mcujam terpuji yang menjadi harapan orang­orang terdahulu dan orang-orang terkemudian.” 
Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Ibn Majah (906), Abdurrazzaq (3109), Abu Ya’la (5267), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir (9/115) dan Ismail al-Qadhi dalam Fadhl al-Shalat (hal. 59). Hadits ini juga disebutkan oleh Ibn al-Qayyim -ideolog kedua faham Wahhabi- dalam kitabnya Jala’ al-Afham (hal. 36 dan hal 72).
3. Hadits Ali bin Abi Thalib

عَنْ سَلاَمَةَ الْكِنْدِيِّ قَالَ: كَانَ عَلِيٌّ  رَضِِيَ اللهُ عَنْهُ يُعَلّمُ النَّاسَ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِّيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  يَقُوْلُ : اَللَّهُمَّ دَاحِىَ الْمَدْحُوَّاتِ, وَبَارِئَ الْمَسْمُوْكَاتِ, وَجَبَّارَ الْقُلُوْبِ عَلَى فِطْرَتِهَا شَقِيِّهَا وَسَعِيْدِ هَا,اجْعَلْ شَرَائِفَ صَلَوَاتِكَ  وَنَوَاميَ بَرَكَاتِكَ وَرَأْفَةَ تَحَنُّنِكَ , عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِ كَ وَرَسُوْلِكَ, الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ وَالْمُعْلِنِ الْحَقَّ  بِالْحَقِّ وَالدَّامِغِ لِجَيْشْاتِ اْلاَبَاطيِْ كَمَا حُمِّلَ ,فَاضْطَلَعَ بِأَمْرِكَ بِطَاعَتِكَ ,مُسْتَوْفِزًا فِى مَرْضَاتِكَ,بَغَيْرِ نَكْلٍ فِى قَدَمٍ وَلاَوَهْيٍ فِى عَزْمٍ ,وَاعِيًا لِوَحْيِكَ ,حَافِظًا لِعَهْدِ كَ ,مَاضِيًّا عَلَى نَفَاذِ  أَمْرِكَ ,حَتَّى أَوْرَ ى قَبَسًا لِقَابِسٍ , آلا ءَ اللهِ تَصِلُ بِهِ أَسْبَابَهُ ,بِهِ هُدِيَتِ اْلقُلُوْبُ بَعْدَ حَوْضاتِ الْفِتَنِ وَاْلاِثْمِ ,وَأَبْهَجَ مُوْ ضِحَاتِ اْلاَعْلاَمِ وَنَائِرَاتِ اْلاَحْكاَمِ وَمُنِيْرَاتِ اْلاِسْلاَمِ,فَهُوَ أَمِيْنُكَ الْمَأْمُوْنُ وَخَازِنُ عِلْمِكَ الْمَخْزُوْنِ وَشَهِيْدُكَ يَوْمَ الدِّيْنِ وَبَعِيْثُكَ نِعْمَةً وَرَسُوْلُكَ بِالْحَقِّ رَحْمَةً.َ اَللَّهُمَّ افْسَحْ لَهُ فِى عَدْنِكَ وَاجْزِهِ مُضَا عَفَاتِ الْخَيْرِ مِنْ فَضْلِكَ لَهُ مُهَنّئَاتٍ غَيْرَ مُكَدَّرَاتٍ مِنْ فَوْزِ ثَوَابِكَ الْمَحْلٌوْلِ وَجَزِيْلِ عَطَائِكَ الْمَعْلُوْلِ . اَللَّهُمَّ أَعْلِ عَلَى بِنَاءِ النَّاسِّ  بِنَاءَهُ وَأَكْرِمْ  مَثْوَاهُ لَدَيْكَ وَنُزُلَهُ وَأَتْمِمْ لَهُ نُوْرَهُ وَاجْزِهِ مِنِ ابْتِعَاثِكَ لَهُ مَقْبُوْلَ الشَّهَادَةِ وَمَرْضِيَّ اْلمَقَالةِ ذَا مَنْطِقٍ عَدْلٍ وَخُطَّةٍ فَصْلٍ وَبُرْهَانٍ عَظِيْمٍ   

“ Salamah al Kindi berkata,” Ali bin Abi Thalib r.a mengajarkan kami cara vershalawat kepada Nabi SAW  dengan berkata:” Ya Alloh, pencipta bumi yang menghampar, pencipta langit yang tingi, dan penuntun hati yang celaka dan yang bahagia pada ketetapanya, jadikanlah shalawat –Mu yang mulia, berkah-Mu yang tidak terbatas dan kasih saying-Mu yang lebut pada Muhammad hamba dan utusan-Mu, pembuka segala hal yang tertutup, pamungkas yang terdahulu, penolong agama yang benar dengan kebenaran,dan penkluk bala tentara kebatilan seperti yang dibebankan padanya, sehingga ia bangkit membawa perintah-Mu dengan tunduk kepada-Mu, siap menjalankan ridha-Mu, tanpa gentar dalam semangat dan tanpa kelemahan dalam kemauan, sang penjaga wahyu-Mu, pemelihara janji-Mu, dan pelaksana perintah-Mu sehingga ia nyalakan cahaya kebenaran pada yang mencarinya, jalan – jalan nikmat Alloh terus mengalir pada ahlinya dengan Muhammad hati yang tersesat memperoleh petunjuk setelah menyelami kekufuran dan kemaksiatan,  ia ( Muhammad ) telah memperindah rambu – rambu yang terang, hukum – hukum yang bercahaya, dan cahaya – cahaya  Islam yang menerangi, dialah ( Muhammad )orang yang jujur yang dipercayai oleh-Mu dan penyimpan ilmu-Mu yang tersembunyi, saksi-Mu di hari kiamat, utusan-Mu yang membawa nikmat, rasul-Mu yang membawa rahmat dengan kebenaran. Ya Alloh, luaskanlah surga-Mu baginya, balaslah dengan kebaikan yang berlipat ganda dari anugerah-Mu baginya, yaitu kelipatan yang mudah dan bersih, dari pahala-Mu yang dpat diraih dan anugerah-Mu yang agung dan tidak pernah terputus . Ya Alloh, berilah ia derajat tertinggi diantara manusia, muliakanlah tempat tinggal dan jamuannya di surga-Mu, sempurnakanlah cahayanya, balaslah jasanya sebagai utusan-Mu dengan kesaksian yang diterima, ucapan yang diridhai, pemilik ucapan yang lurus, jalan pemisah antara yang benar dan yang bathil dan hujjah yang kuat.

Hadits ini diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur, Ibn Jarir (224- 310 H/839-923 M) dalam Tahdzib alAtsar, Ibn Abi Ashim, Ya’qub bin Syaibah dalam Akhbar ‘Ali, Ibn Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (29520), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath (9089) dan lain-lain. Hadits ini juga dikutip oleh ahli hadits sesudah mereka seperti al-Hafizh al- Qadhi Iyadh dalam al-Syifa, al-Hafizh al-Sakhawi dalam al-Qaul al- Badi’, Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Durr al-Mandhud, al-Hafizh al- Ghummari dalam Itqan alShan’ah dan lain-lain. Menunit al-Hafizh Ibn Katsir, redaksi shalawat ini popular dari Ali bin Abi Thalib.
4.  Hadits Abdullah bin Abbas

Lebih  dari itu, ada beberapa shahabat yang membuat shalawat tersendiri untuk Rasululloh SAW. Diantaranya adalah shahabat Abdullah bin Abbas seperti yang disebutkan pada hadits berikut ini:
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّهُ كَانَ اِذَا صَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ : اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ شَفَاعَةَ مُحَمَّدٍ الْكُبْرَى وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ الْعُلْيَا وَأَعْطِهِ سُؤَلَهُ  فِى اْلاَخِرَةِ  وَاْلاُوْلَى كَمَا اَتَيْتَ اِبْرَاهَيْمَ وَمُوْسَى
“ Ibn Abas r.a apabila membaca shalawat kepada Nabi SAW beliau berkata,” Ya Alloh kabulkanlah syafaat Muhammad yang agung, tinggikanlah derajatnya yang luhur, dan berilah permohonanya di dunia dan akhirat sebagaimana Engkau kabulkan permohonan Ibrahim dan Musa” Hadits ini diriwayatkan oleh Abd bin Humaid dalam al-Musnad, Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (3104) dan Ismail al-Qadhi dalam Fahdl al-Shalat ‘Ala al-Nabiy (hal 52). Hadits ini juga disebutkan oleh Ibn al-Qayyim dalam Jala’ alAfham (hal 76). Al-Hafizh al- Sakhawi mengatakan dalam alQaul al-Badi’ (hal. 46), sanad hadits ini jayyid, ku at dan shahih.
5.  Shalawat al-Hasan al-Bashri

Al-Hasan al-Bashri, ulama generasi tabi’in terkemuka mengatakan: “Barangsiapa berkeinginan minum dengan gelas yang sempuma dari telaga Nabi maka bacalah:
“Ya Allah curahkanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarganya, sahabatnya, anak-anaknya, istri-istrinya, keturunannya, ahli baitnya, keluarga istri-istrinya, para penolongnya, pendukungnya, kekasihnya dan umatnya dan kepada kami bersama mereka semuanya ya arhamarrahimin.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Qadhi Iyadh dalam al Syifa dan al-Hafizh al-Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi’ (hal. 47).
6. Shalawat al-Imam al-Syafi’i

Abdullah bin al-Hakam berkata: “Aku bermimpi bertemu al-Imam al- Syafi’i setelah beliau meninggal. Aku bertanya: “Bagaimana perlakuan Allah kepadamu?” Beliau menjawab: “Allah mengasihiku dan mengampuniku. Lalu aku bertanya kepada Allah: “Dengan apa aku memperoleh derajat ini?” Lalu ada orang yang menjawab: “Dengan shalawat yang kamu tulis dalam kitab al-Risalah:
sholawat imam syafi'i

“Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada Muhammad sejumlah ingatan orang-orang yang berdzikir kepada-Nya dan sejumlah kelalaian orang-orang yang lalai kepada-Nya”.
Abdullah bin al-Hakam berkata: “Pagi harinya aku lihat kitab al Risalah, ternyata shalawat di dalamnya sama dengan yang aku lihat dalam mimpiku.”
Kisah ini diriwayatkan oleh banyak ulama seperti Ibn al-Qayyim dalam Jala’ alAjham (hal. 230), al-Hafizh al-Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi’ (haL 254) dan lain-lain.
Hadits-hadits di atas, dan ratusan riwayat lain dari ulama salaf dan ahli hadits yang tidak disebutkan di sini, dapat mengantarkan kita pada beberapa kesimpulan di antaranya:
Pertama, dalam Islam tidak ada ajaran yang mengajak meninggalkan shalawat-shalawat atau doa-doa yang disusun oleh para ulama dan auliya.
Seperti Dalail al-Khairat, Shalawat al-Fatih, Munjiyat, Nariyah, Thibbul Qulub, Badar dan lain-kin. Bahkan sebaliknya, ajaran Islam menganjurkan untuk mengamalkan shalawat-shalawat dan doa-doa yang disusun oleh para ulama dan auliya. Sejak generasi sahabat Nabi SAW kita dianjurkan untuk menyusun shalawat yang baik kepada Nabi SAW, sebagai tanda kecintaan dan ekspresi keta’zhiman kita kepada beliau. Mereka juga mengajarkan kita cara menyusun shalawat yang baik kepada Nabi SAW, seperti shalawat yang disusun oleh Sayidina Ali, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas dan ulama-ulama sesudahnya. Dari sekian banyak shalawat yang disusun oleh mereka, lahirlah karya-karya khusus dalam shalawat vang ditulis oleh para hafizh dari kalangan ahli hadits seperti Fadhl al-Shalat ‘aha. al-Nabi karya al-Imam Ismail bin Ishaq al- Qadhi, Jala’ al-Ajham karya Ibn al-Qayyim, al-Qahl al-Badi’ karya al-Hafizh al-Sakhawi dan ratusan karya shalawat lainnya.
Dengan demikian, ajakan Wahhabi agar meninggalkan shalawat dan doa yang disusun oleh para ulama dan auliya, termasuk bid’ah madzmumah yang berangkat dari paradigma Wahhabi yang anti bid’ad hasanah, serta bertentangan dengan Sunnah Rasul yang membolehkan dan memuji doa-doa yang disusun oleh para sahabatnya.
Kedua, di antara susunan shalawat yang baik adalah bacaan shalawat yang disertai dengan pujian kepada Nabi SAW.
 Seperti yang dicontohkan dalam shalawat Sayidina Ali bin Abi Thalib dengan menyertakan nama-nama dan sifat-sifat Nabi yang terpuji seperti, ‘alfatih lima ughliq, aldafi’ lijaysyat alabathil, al-khatim lima sabaq’ dan lain-lain. Oleh karena itu, Shalawat al-Fatih dan lain-lain yang mengandung pujian kepada Nabi SAW dengan kalimat ‘alfatih lima ughliq, al-khatim lima sabaq, thibbil qulub wa dawaiha’ dan lain-lain termasuk mengikuti Sunnah Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang diakui sebagai salah satu Khulafaur Rasyidin oleh kaum Muslimin. Rasulullah sendiri memerintahkan kita agar mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin sebagaimana juga diakui oleh al-’Utsaimin (Ulama Wahabi) dalam Syarh al-’Aqidah al- Wasithiyyah (hal. 639).

Ketiga, hadits-hadits di atas, dapat mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa para sahabat telah terbiasa menyusun doa-doa dan bacaan shalawat kepada Nabi.
Hal ini kemudian diteladani oleh para ulama salaf yang saleh dari kalangan ahli hadits hingga dewasa ini. Lalu bagaimana dengan pernyataan Ustadz Mahrus Ali dalam bukunya Mantan Kiai NU Menggugat Sholaunt & Dzikir Syirik (hal. 91) berikut ini:


 “Para sahabat yang fasih berbahasa Arab, lihai berbicara bahasa Arab dan ahli sastra bahasa Arab pun tidak mau membuat dan mereka-reka sendiri kalimat atau bacaan sholawat untuk Rasulullah Padahal bila mereka mau, tentunya mereka akan dengan mudah sekali membuat bacaan tersebut”
- See more at: http://mediaislam-com.blogspot.com/2013/09/kebolehan-redaksi-shalawat-para-sahabat.html#sthash.4ao4CQG1.dpuf

Minggu, 24 November 2013

Tingkatan Wali

Tingkatan Wali

Syaikhul Akbar Ibnu Araby dalam kitab Futuhatul Makkiyah membuat klasifikasi tingkatan wali dan kedudukannya. Jumlah mereka sangat banyak, ada yang terbatas dan yang tidak terbatas. Sedikitnya terdapat 9 tingkatan, secara garis besar dapat diringkas sebagai berikut :


Wali Aqthab atau Wali Quthub
Wali yang sangat paripurna. Ia memimpin dan menguasai wali diseluruh alam semesta. Jumlahnya hanya seorang setiap masa. Jika wali ini wafat, maka Wali Quthub lainnya yang menggantikan.


Wali Aimmah
Pembantu Wali Quthub. Posisi mereka menggantikan Wali Quthub jika wafat. Jumlahnya dua orang dalam setiap masa. Seorang bernama Abdur Robbi, bertugas menyaksikan alam malakut. Dan lainnya bernama Abdul Malik, bertugas menyaksikan alam malaikat.


Wali Autad
Jumlahnya empat orang. Berada di empat wilayah penjuru mata angin, yang masing-masing menguasai wilayahnya. Pusat wilayah berada di Kakbah. Kadang dalam Wali Autad terdapat juga wanita. Mereka bergelar Abdul Haiyi, Abdul Alim, Abdul Qadir dan Abdu Murid.


Wali Abdal
Abdal berarti pengganti. Dinamakan demikian karena jika meninggal di suatu tempat, mereka menunjuk penggantinya. Jumlah Wali Abdal sebanyak tujuh orang, yang menguasai ketujuh iklim. Pengarang kitab Futuhatul Makkiyah dan Fushus Hikam yang terkenal itu, mengaku pernah melihat dan bergaul baik dengan ke tujuh Wali Abdal di Makkatul Mukarramah.
Pada tahun 586 di Spanyol, Ibnu Arabi bertemu Wali Abdal bernama Musa al-Baidarani. Abdul Madjid bin Salamah sahabat Ibnu Arabi pernah bertemu Wali Abdal bernama Mu’az bin al-Asyrash. Beliau kemudian menanyakan bagaimana cara mencapai kedudukan Wali Abdal. Ia menjawab dengan lapar, tidak tidur dimalam hari, banyak diam dan mengasingkan diri dari keramaian.


Wali Nuqoba’
Jumlah mereka sebanyak 12 orang dalam setiap masa. Allah memahamkan mereka tentang hukum syariat. Dengan demikian mereka akan segera menyadari terhadap semua tipuan hawa nafsu dan iblis. Jika Wali Nuqoba’ melihat bekas telapak kaki seseorang diatas tanah, mereka mengetahui apakah jejak orang alim atau bodoh, orang baik atau tidak.


Wali Nujaba’
Jumlahnya mereka sebanyak 8 orang dalam setiap masa.


Wali Hawariyyun
Berasal dari kata hawari, yang berarti pembela. Ia adalah orang yang membela agama Allah, baik dengan argumen maupun senjata. Pada zaman nabi Muhammad sebagai Hawari adalah Zubair bin Awam. Allah menganugerahkan kepada Wali Hawariyyun ilmu pengetahuan, keberanian dan ketekunan dalam beribadah.


Wali Rajabiyyun
Dinamakan demikian, karena karomahnya muncul selalu dalam bulan Rajab. Jumlah mereka sebanyak 40 orang. Terdapat di berbagai negara dan antara mereka saling mengenal. Wali Rajabiyyun dapat mengetahui batin seseorang. Wali ini setiap awal bulan Rajab, badannya terasa berat bagaikan terhimpit langit. Mereka berbaring diatas ranjang dengan tubuh kaku tak bergerak. Bahkan, akan terlihat kedua pelupuk matanya tidak berkedip hingga sore hari. Keesokan harinya perasaan seperti itu baru berkurang. Pada hari ketiga, mereka menyaksikan peristiwa ghaib.

Berbagai rahasia kebesaran Allah tersingkap, padahal mereka masih tetap berbaring diatas ranjang. Keadaan Wali Rajabiyyun tetap demikian, sesudah 3 hari baru bisa berbicara.

Apabila bulan Rajab berakhir, bagaikan terlepas dari ikatan lalu bangun. Ia akan kembali ke posisinya semula. Jika mereka seorang pedagang, maka akan kembali ke pekerjaannya sehari-hari sebagai pedagang.


Wali Khatam
Khatam berarti penutup. Jumlahnya hanya seorang dalam setiap masa. Wali Khatam bertugas menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan ummat nabi Muhammd,saw.

Konsep Nur Muhammad dalam Al Quran

Konsep Nur Muhammad dalam Al Quran

oleh: DHB Wicaksono
Sumber: Tulisan Maulana Shaykh Hisham Muhammad Kabbani dan Shaykh Dr. G.F. Haddad
Bismilahirrahmanirrahim Walhamdulillah Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah, Wa'ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba'du...

PENGANTAR
Beberapa kalangan dalam ummat Islam mempersoalkan konsep Nur Muhammad (Cahaya Muhammad atau Ruh Muhammad) sebagai suatu konsep yang tidak memiliki dasar dalam 'aqidah Islam. Padahal, konsep Nur Muhammad adalah suatu konsep 'aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah yang diterima dan diakui oleh ijma' (konsensus) ulama ilmu kalam dan ulama' tasawwuf (awliya' Allah) dalam kurun waktu yang panjang, sebagai suatu konsep yang memiliki sumber dalilnya dari Quran dan Hadits Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Konsep 'aqidah Nur Muhammad sall-Allahu 'alayhi wasallam menyatakan antara lain bahwa cahaya atau ruh dari Nabi Besar Muhammad sall-Allahu 'alayhi wasallam adalah makhluq pertama yang diciptakan sang Khaliq, Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang kemudian darinya, Ia Subhanahu wa Ta'ala menciptakan makhluq-makhluq lainnya. Pada artikel ini, insha Allah akan dijelaskan, dalil-dalil qath'i (bukti yang pasti) berupa ayat-ayat Al Quran yang menyebutkan atribut Nabi sall-Allahu 'alayhi wasallam sebagai Nur (cahaya) yang dikaruniakan Allah Ta'ala bagi segenap alam semesta. Akan kita dapati pula, penjelasan dari berbagai ulama ahli tafsir (mufassir) akan makna ayat-ayat tersebut.


Allah Subhanahu wa Ta'ala sendirilah yang menyebut Rasulullah sall-Allahu 'alayhi wasallam sebagai Nuur (cahaya), atau sebagai "Siraajan Muniiran" (makna literal: Lampu yang Bercahaya).
Hal ini dapat kita perhatikan dari ayat-ayat berikut:
1. dalam QS. Al-Maidah 5:15
قَدْ جَاءكُم مِّنَ اللّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُّبِينٌ
"...Qad jaa-akum min-Allahi nuurun wa kitaabun mubiin"
"...Sungguh telah datang padamu dari Allah, nuur (cahaya) dan kitab yang jelas dan menjelaskan"



2. dalam QS.An-Nur 24:35
مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَى نُورٍ
"...Matsalu nuurihi kamisykaatin fiihaa mishbaah, al-mishbaahu fii zujaajah; az-zujaajatu kaannahaa kaukabun durriyyun yuuqadu min syajaratin mubaarakatin zaituunatin laa syarqiyyatin wa laa gharbiyyatin yakaadu zaituhaa yudhii-u wa lau tamsashu naarun; nuurun 'alaa nuurin..."
"...Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti suatu misykat (bundel) di mana di dalamnya ada suatu lampu, lampu itu ada dalam gelas, dan gelas itu seperti bintang yang berkelip, dinyalakan dari pohon yang terberkati, suatu zaitun yang tak terdapat di timur maupun di barat, yang minyaknya saja hampir-hampir sudah bercahaya sekalipun api belum menyentuhnya; cahaya di atas cahaya..."
3. dalam QS. Al-Ahzab 33: 45-46
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِداً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً
وَدَاعِياً إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجاً مُّنِيراً
"Yaa Ayyuhan Nabiyyu inna arsalnaaka Syahiidan wa Mubassyiran wa Nadziiran. Wa Daa-'iyan ila-Allahi bi-idznihii wa Sirajan Muniiran"
"Wahai Nabi sesungguhnya Kami telah mengutusmu sebagai seorang Saksi, Seorang Pembawa kabar gembira, dan seorang Pemberi Peringatan, dan sebagai Seorang Penyeru (Da'i) kepada Allah dengan izin-Nya, dan
sebagai suatu Lampu yang menebarkan Cahaya".

TAFSIR DAN INTERPRETASI AYAT
I. Mengenai ayat pertama (5:15)
- Qadi 'Iyad berkata, "Beliau (Nabi) dinamai cahaya (Nuurun) karena kejelasan perkaranya dan karena fakta bahwa Nubuwwahnya (Kenabiannya) telah dijadikan amat jelas, dan juga karena menerangi cahaya orang-orang mukmin dan 'arif billah dengan apa yang beliau bawa."
- Suyuti dalam Tafsir al-Jalalayn, Fayruzzabadi dalam Tafsir Ibn 'Abbas berjudul Tanwir al-Miqbas (hlm. 72), Shaykh al-Islam, Imam Fakhr al-Din ar-Razi, Mujaddid abad keenam, dalam Tafsir al-Kabir-nya (11:189), Qadi Baydawi dalam Tafsirnya yang berjudul Anwar al-Tanzil, al-Baghawi dalam Tafsir-nya berjudul Ma'aalim al-Tanzil (2:23), Imam al-Shirbini dalam Tafsirnya berjudul al-Siraj al-Munir (hlm. 360), pengarang Tafsir Abi Sa'ud (4:36), dan Thana'ullah Pani Patti dalam Tafsir al-Mazhari-nya (3:67) berkata: "Apa yang dimaksudkan sebagai suatu Cahaya (Nuurun) adalah: Muhammad, sallalLahu 'alayhi wasallam."
- Ibn Jarir al-Tabari dalam Tafsir Jami' al-Bayan-nya (6:92) berkata: "Telah datang padamu Cahaya (Nuurun) dari Allah: Ia maksudkan dengan Cahaya adalah: Muhammad, sallalLahu 'alayhi wasallam, dengan mana Allah telah menerangi kebenaran, membawa Islam maju dan memunahkan kesyirikan. Karena itu beliau (Nabi) adalah suatu cahaya (nuurun) bagi mereka yang telah tercerahkan oleh beliau dan oleh penjelasannya akan kebenaran."


- al-Khazin dalam Tafsir-nya (2:28) mengatakan serupa: "Telah datang padamu Cahaya (Nuurun) dari Allah bermakna: Muhammad, sallalLahu 'alayhi wasallam. Allah menyebut beliau cahaya tidak dengan alasan apa pun melainkan karena seseorang terbimbing olehnya (Muhammad SallAllahu 'alayhi wasallam) dengan cara yang sama seperti seseorang terbimbing oleh cahaya dalam kegelapan."


- Sayyid Mahmud al-Alusi dalam tafsirnya berjudul Tafsir Ruhul Ma'ani (6:97) secara serupa berkata: "Telah datang padamu suatu cahaya (Nuurun) dari Allah: adalah, suatu cahaya yang amat terang yaitu cahaya dari cahaya-cahaya dan yang terpilih dari semua Nabi, sallalLahu 'alayhi wasallam."


- Isma'il al-Haqqi dalam komentarnya atas Alusi berjudul Tafsir Ruh al-Bayan (2:370) secara serupa juga berkata: "Telah datang padamu Cahaya (Nuurun) dari Allah dan suatu Kitab yang menjelaskan segala sesuatu: dikatakan bahwa makna yang awal (yaitu NUUR) adalah Rasulullah, sallalLahu 'alayhi wasallam, dan yang berikutnya (Kitabun Mubin, penerj) adalah Quran....


Rasulullah sallAllahu 'alayhi wasallam disebut Cahaya (Nuurun) karena yang pertama yang dibawa keluar dari kegelapan kelalaian dengan cahaya dari kekuatan-Nya, adalah cahaya (Nuur) Muhammad, sallalLahu 'alayhi wasallam, sebagaimana beliau (Nabi Sall-Allahu 'alayhi wasallam) pernah bersabda: 'Hal pertama yang Allah ciptakan adalah cahayaku."
Riwayaat ini berkenaan dengan pertanyaan Jabir ibn 'Abd Allah yang bertanya tentang apa yang diciptakan Allah pertama kali sebelum segala sesuatu lainnya.
Riwayat ini diriwayatkan oleh 'Abd al-Razzaq (wafat 211H) dalam Musannaf-nya, menurut Imam Qastallani dalam al-Mawahib al-Laduniyya (1:55) dan Zarqani dalam Syarah al-Mawahib (1:56 dari edisi Matba'a al-'amira di Kairo). Tidak ada keraguan akan Abd Razzaq sebagai rawi (periwayat Hadits). Bukhari mengambil 120 riwayat darinya, Muslim 400. Riwayat ini dinyatakan pula sahih oleh Abd al-Haqq ad-Dihlawi (wafat 1052), ahli hadits India, juga disebut oleh 'Abd al-Hayy al-Lucknawi (wafat 1304 H) ahli hadits kontemporer India. Demikian pula oleh Al-Alusi dan Bayhaqi dengan matan [redaksi susunan kata hadits, penerj.] yang berbeda, dan juga oleh beberapa ulama lain.


Sebagai suatu catatan khusus adalah suatu fakta bahwa kaum Mu'tazili [kaum yang terlalu mengandalkan ra'yu atau logika akal, penerj.] berkeras bahwa Cahaya dalam ayat 5:15 merefer hanya pada Quran dan tidak pada Nabi. Alusi berkata dalam kelanjutan kutipan di atas: "Abu 'Ali al-Jubba'i berkata bahwa cahaya/nuurun berkaitan dengan Quran karena Quran membuka dan memberikan jalan petunjuk dan keyakinan. al-Zamakhshari (dalam al-Kasysyaf 1:601) juga puas dengan penjelasan ini." Penjelasan yang lebih dalam akan dua pendapat ini dijelaskan oleh Shah 'Abd al-'Aziz al-Multani dalam al-Nabras (hlm. 28-29): "al-Kasysyaf memproklamasikan dirinya sebagai Bapak Mu'tazilaa... Abu 'Ali al-Jubba'i adalah seperti Muhammad ibn 'Abd al-Wahhab-nya kaum Mu'tazila Basra." Kesamaan antara pendapat Mu'tazila dengan Wahhabi dan "Salafi" modern ditekankan oleh Imam Kawtsari di banyak tempat di kitab Maqalat-nya, di mana beliau menunjukkan bahwa seperti halnya Mu'tazilah, penolakan kaum Wahhabi (dan juga Salafi modern, penerj.) atas karakteristik awliya' adalah kamuflase atas penolakan (karakteristik) yang sama dari diri para Nabi.


Ada suatu penjelasan yg patut dicatat di antara Ahlus Sunnah yang mendeskripsikan makna Nabi baik kepada Cahaya (Nuurun) maupun Kitab, al-Sayyid al-Alusi berkata dalam Ruh al-Ma'aani (6:97): "Saya tidak menganggapnya dibuat-buat bahwa yang dimaksud baik dengan Cahaya (Nuurun) maupun Kitabun Mubin adalah sang Nabi, konjungsi dengan cara yang sama seperti yang dikatakan al-Jubba'i (bahwa baik Cahaya maupun Kitab adalah Quran). Tidak ada keraguan bahwa dapat dikatakan semua merefer ke Nabi. Mungkin Anda akan ragu utk menerima ini dari sudut pandang 'ibara (ekspresi); tapi cobalah dari sudut pandang 'isyarah."


- Al-Qari berkata dalam Syarah al-Shifa' (1:505, Mecca ed), bahwa "Telah pula dikatakan bahwa baik Cahaya maupun Kitab merefer pada Muhammad sall-Allahu 'alayhi wasallam, karena beliau adalah suatu cahaya yang cemerlang dan sumber dari segala cahaya, beliau adalah pula suatu kitab/buku yang mengumpulkan dan memperjelas segala rahasia." Ia juga berkata (1:114, Madina ed.): "Dan keberatan apa untuk mempredikatkan kedua kata benda itu pada Nabi, karena beliau secara hakikat adalah Cahaya yang Terang karena kesempurnaan penampilannya (tajallinya) di antara semua cahaya, dan beliau adalah suatu Kitab Nyata karena beliau mengumpulkan keseluruhan rahasia dan membuat jelas seluruh hukum, situasi, dan alternatif."

II. Mengenai ayat kedua (QS. 24:35)
- Imam Suyuti berkata dalam al-Riyad al-Aniqa: Ibn Jubayr dan Ka'b al-Akhbar berkata: "Apa yang dimaksud dengan cahaya (nuurun) kedua (dalam ayat tersebut, penerj.) adalah Nabi sall-Allahu 'alayhi wasallam karena beliau adalah Rasul dan Penjelas dan Penyampai dari Allah apa-apa yang memberi pencerahan dan kejelasan." Ka'b melanjutkan: "Makna dari 'Minyaknya hampir-hampir bercahaya' adalah karena kenabian Nabi akan dapat diketahui orang sekalipun beliau tidak mengatakan bahwa beliau adalah seorang Nabi, sebagaimana minyak itu juga akan mengeluarkan cahaya tanpa tersentuh api."


- Ibn Kathir mengomentari ayat ini dalam Tafsir-nya dengan mengutip suatu laporan via Ibn 'Atiyya dimana Ka'b al-Ahbar menjelaskan firman-firman Allah: "...yakadu zaytuha yudhi-u wa law lam tamsashu nar...", sebagai bermakna: "Muhammad sall-Allahu 'alayhi wasallam sudah hampir jelas sebagai seorang Nabi bagi orang-orang, sekalipun beliau tidak mengumumkannya."
- Qadi 'Iyad berkata dalam al-Syifa' (edisi English p. 135): Niftawayh berkata berkaitan dengan kata-kata Allah: "...minyaknya hampir-hampir bercahaya sekalipun api tidak menyentuhnya..." (24:35): "Ini adalah perumpamaan yang Allah berikan berkaitan dengan Nabi-Nya. Ia berkata bahwa makna ayat ini adalah bahwa wajah ini (wajah Rasulullah SAW, pen.) telah hampir menunjukkan kenabiannya bahkan sebelum beliau menerima wahyu Quran, sebagaimana Ibn Rawaha berkata:
Bahkan jika seandainya tidak ada tanda-tanda nyata di antara kami, wajahnya telah bercerita padamu akan berita-berita."


- Di antara mereka yang berkata bahwa makna "matsalu nuurihi" -- perumpamaan Cahaya-Nya -- adalah Nabi Muhammad sall-Allahu 'alayhi wasallam adalah: Ibn Jarir at-Tabari dalam Tafsir-nya (18:95), Qadi 'Iyad dalam al-Syifa', al-Baghawi dalam Ma'alim al-Tanzil (5:63) dalam catatan al-Khazin, dari Sa'id ibn Hubayr dan ad-Dahhak, al-Khazin dalam Tafsir-nya (5:63), Suyuti dalam ad-Durr al-Mantsur (5:49), Zarqani dalam Syarah al-Mawahib (3:171), al-Khafaji dalam Nasim ar-Riyad (1:110, 2:449).
- al-Nisaburi dalam Ghara'ib al-Quran (18:93) berkata: "Nabi adalah suatu cahaya (Nuurun) dan suatu lampu yang memancarkan cahaya."
- al-Qari dalam Syarah al-Shifa' berkata: "Makna yang paling jelas adalah untuk mengatakan bahwa yang dimaksud dengan cahaya (Nuur) adalah Muhammad sall-Allahu 'alayhi wasallam."

III. Mengenai ayat ketiga (QS. 33: 45-46)
- Qadi al-Baydawi berkata dalam Tafsir-nya: "Itu adalah matahari berdasarkan firman-Nya: "Telah Kami jadikan matahari sebagai suatu lampu"; atau, itu mungkin berarti suatu lampu".
- Ibn Kathir menyatakan dalam Tafsirnya: "Firman-Nya: '...dan suatu lampu yang bersinar', adalah: statusmu (Wahai Nabi, penj) nampak dalam kebenaran yang telah kau bawa sebagaimana matahari nampak saat terbitnya dan bercahaya, yang tak bisa disangkal siapa pun kecuali yang keras-kepala."
- Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradat (1:147) berkata: "kata itu (lampu) digunakan untuk segala sesuatu yang mencahayai."
- al-Zarqani dalam Syarah al-Mawahib (3:171) berkata: "Beliau dinamai Lampu karena dari satu lampu muncul banyak lampu, dan cahayanya tidak berkurang."
- `Abd Allah ibn Rawaha al-Ansari cucu dari penyair Imru' al-Qays berkata tentang Nabi sall-Allahu 'alayhi wasallam:
law lam takun fihi ayatun mubina
lakana manzaruhu yunabbi'uka bi al-khabari
"Bahkan seandainya, tidak ada ayat (tanda) berkenaan dengan ia (SAW), yang nyata dan jelas
sungguh memandangnya saja sudah bercerita padamu akan khabar/berita"
Ibn Hajar meriwayatkannya dalam al-Isaba (2:299) dan berkata: "Ini adalah syair terindah dengan mana Nabi pernah dipuji." Ibn Sayyid al-Nas berkata tentang Ibn Rawaha ini dalam Minah al-Madh (hlm.. 166):
"Ia terbunuh sebagai syahid di perang Mu'ta pada 8 JumadilAwwal sebelum Fathu Makkah (Penaklukan Makkah). Di hari itu ia adalah salah satu dari komandan. Ia adalah salah seorang dari penyair yang berbuat kebaikan dan biasa menangkis segala bahaya yang menyerang Rasulullah. Adalah berkenaan dengan dia dan dua temannya Hassan (ibn Tsabit) dan Ka'b (ibn Zuhayr) yang disinggung dalam ayat "Kecuali mereka yang beriman dan berbuat kebajikan dan bedzikir pada Allah sebanyak-banyaknya." (As-Syu'ara 26:227)."
- Dan sebagai atribut dari Allah adalah Dzu al-Nur yang berarti Sang Pencipta cahaya, dan Penerang langit dan bumi dengan cahaya-cahaya-Nya, juga sebagai Penerang qalbu orang2 mukmin dengan petunjuk/hidayah. Imam Nawawi berkata Syarah Sahih Muslim, dalam komentarnya atas doa Nabi yang dimulai dengan: "Ya Allah, Engkaulah Cahaya Langit dan bumi dan milik-Mu lah segala puji..." (Kitab Salat al-Musafirin #199):
"Para ulama berkata bahwa makna "Engkau adalah cahaya langit dan bumi" adalah: Engkaulah Dzat Yang menyinari mereka (langit dan bumi) dan Pencipta cahaya mereka. Abu 'Ubayda berkata: "Maknanya adalah bahwa dengan cahaya-Mu penduduk langit dan bumi memperoleh hidayah."


al-Khattabi berkata dalam komentarnya atas nama Allah an-Nur: "Itu berarti Ia yang dengan cahaya-Nya yang buta dapat melihat, dan yang tersesat dapat terbimbing, di mana Allah adalah cahaya langit dan bumi, dan adalah mungkin bahwa makna al-Nur adalah: Dzu al-Nur, dan adalah tidak benar bahwa al-Nur adalah atribut dari Zat Allah, karena itu hanyalah atribut dari aksi (sifatu fi'li), yaitu: Ia adalah Pencipta dari cahaya." Yang lain berkata: "Makna cahaya langit dan bumi adalah: Sang Pengatur matahari dan bulan dan bintang-bintang mereka (langit dan bumi).""

Penutup
"Kebenaran adalah dari Tuhanmu, dan janganlah kau termasuk mereka yang ragu" (kutipan maknawi dari Quran).

Sufi Road : Penciptaan Nur Muhammad

Sufi Road : Penciptaan Nur Muhammad


By: Haja Amina Adilwww.nurmuhammad.com As-Sayed Nurjan MirahmadiSuatu hari Sayedena Ali, karam Allahu wajhahu, misanan dan menantu Nabi Suci s.a.w. bertanya, Wahai Muhammad, kedua orang tuaku akan menjadi jaminanku, mohon katakan padaku apa yang diciptakan Allah TaAla sebelum semua makhluq ciptaan? Berikut ini adalah jawaban nya yang indah :
Sesungguhnya, sebelum Rabb mu menciptakan lainnya, Dia menciptakan dari Nur Nya nur Nabimu, dan Nur itu diistirahatkan haithu mashaAllah, dimana Allah menghendakinya untuk istirahat. Dan pada waktu itu tidak ada hal lainnya yang hadir tidak lawh al-mahfoudh, tidak Sang Pena, tidak Surga ataupun Neraka, tidak Malaikat Muqarabin (Angelic Host), tidak langit ataupun dunia; tiada matahari, tiada rembulan, tiada bintang, tiada jinn atau manusia atau malaikat belum ada apa-apa yang diciptakan, kecuali Nur ini.
Kemudian Allah Subhan Allah dengan iradat Nya menghendaki adanya ciptaan. Dia kemudian membagi Nur ini menjadi empat bagian. Dari bagian pertama Dia menciptakan Pena, dari bagian kedua lawh al-mahfoudh, dari bagian ketiga Arsy.
Kini telah diketahui bahwa ketika Allah menciptakan lawh al-mahfoudh dan Pena, pada Pena itu terdapat seratus simpul, jarak antara kedua simpul adalah sejauh dua tahun perjalanan. Allah kemudia memerintahkan Pena untuk menulis, dan Pena bertanya, Ya Allah, apa yang harus saya tulis? Allah berkata, Tulislah : la ilaha illAllah, Muhammadan Rasulullah. Atas itu Pena berseru, Oh, betapa sebuah nama yang indah, agung Muhammad itu bahwa dia disebut bersama Asma Mu yang Suci, ya Allah.

Allah kemudian berkata, Wahai Pena, jagalah kelakuan mu ! Nama ini adalah nama Kekasih Ku, dari Nurnya Aku menciptakan Arsy dan Pena dan lawh al-mahfoudh; kamu, juga diciptakan dari Nur nya. Jika bukan karena dia, Aku tidak akan menciptakan apapun. Ketika Allah S.W.T. telah mengatakan kalimat tersebut, Pena itu terbelah dua karena takutnya akan Allah, dan tempat dari mana kata-katanya tadi keluar menjadi tertutup/terhalang, sehingga sampai dengan hari ini ujung nya tetap terbelahdua dan tersumbat, sehingga dia tidak menulis, sebagai tanda dari rahasia ilahiah yang agung.


Maka, jangan seorangpun gagal dalam memuliakan dan menghormati Nabi Suci, atau menjadi lalai dalam mengikuti contoh nya (Nabi) yang cemerlang, atau membangkang/meninggalkan kebiasaan mulia yang diajarkannya kepada kita.

Kemudian Allah memerintahkan Pena untuk menulis. Apa yang harus saya tulis, Ya Allah? bertanya Pena. Kemudian Rabb al Alamin berkata, Tulislah semua yang akan terjadi sampai Hari Pengadilan ! Berkata Pena, Ya Allah, apa yang harus saya mulai? Barkata Allah, “Kamu harus memulai dengan kata-kata ini : Bismillah al-Rahman al-Rahim. Dengan rasa hormat dan takut yang sempurna, kemudian Pena bersiap untuk menulis kata-kata itu pada Kitab (lawh al-mahfoudh), dan dia menyelesaikan tulisan itu dalam 700 tahun.
Ketika Pena telah menulis kata-kata itu, Allah S.W.T. berbicara dan berkata, Telah memakan 700 tahun untuk kamu menulis tiga Nama Ku; Nama Keagungan Ku, Kasih Sayang Ku dan Empati Ku. Tiga kata-kata yang penuh barakah ini saya buat sebagai sebuah hadiah bagi ummat Kekasih Ku Muhammad.


Dengan Keagungan Ku Aku berjanji bahwa bilamana abdi manapun dari ummat ini menyebutkan kata Bismillah dengan niat yang murni, Aku akan menulis 700 tahun pahala yang tak terhitung untuk abdi tadi, dan 700 tahun dosa akan Aku hapuskan.
Sekarang (selanjutnya), bagaian ke-empat dari Nur itu Aku bagi lagi menjadi empat bagian :
- Dari bagian pertama Aku ciptakan Malaikat Penyangga Singgasana (hamalat al-‘Arsh);
- Dari bagian kedua Aku telah ciptakan Kursi, majelis Ilahiah (Langit atas yang menyangga Singgasana Ilahiah, ‘Arsh);
-Dari bagian ketiga Aku ciptakan seluruh malaikat (makhluq) langit lainnya;
- dan bagian ke-empat Aku bagi lagi menjadi empat bagian:
--dari bagian pertama Aku membuat semua langit, dari bagian kedua Aku membuat bumi-bumi , dari bagian ketiga Aku membuat Jinn dan api.
--Bagian keempat Aku bagi lagi menjadi empat bagian : dari bagian pertama Aku membuat cahaya yang menyoroti muka kaum beriman; dari bagian kedua Aku membuat cahaya di dalam jantung mereka, merendamnya dengan ilmu ilahiah; dari bagian ketiga cahaya bagi lidah mereka yang adalah cahaya Tawhid (Hu Allahu Ahad),
--dan dari bagian keempat Aku membuat berbagai cahaya dari ruh Muhammad s.a.w..

Ruh yang cantik ini diciptakan 360,000 tahun sebelum penciptaan dunia ini,
! dan itu dibentuk sangat (paling) cantik dan dibuat dari bahan yang tak terbandingkan.
! Kepalanya dibuat dari petunjuk, lehernya dibuat dari kerendahan hati,
! Matanya dari kesederhanaan dasn kejujuran, dahinya dari kedekatan (kepada Allah),
! Mulutnya dari kesabaran, lidahnya dari kesungguhan,
! Pipinya dari cinta dan ke-hati-hati-an,
! Perutnya dari tirakat terhadap makanan dan hal-hal keduniaan,
! Kaki dan lututnya dari mengikuti jalan lurus,
! dan jantungnya yang mulia dipenuhi dengan rahman.
! Ruh yang penuh kemuliaan ini diajari dengan rahmat dan dilengkapi dengan adab semua kekuatan yang indah. Kepadanya diberikan risalahnya dan kualitas kenabiannya dipasang.
! Kemudian Mahkota Kedekatan Ilahiah dipasangkan pada kepalanya yang penuh barokah, masyhur dan tinggi diatas semua lainnya, didekorasi dengan Ridha Ilahiah dan diberi nama Habibullah (Kekasih Allah) yang murni dan suci.

Duabelas Tabir { Bismi=786 7+8+6=21 Mirror of 21= 12 Bulan, 12th Rabil Awal, 12 suku, 12 Menunjukkan Penuntasan}
Sesudah ini Allah S.W.T., menciptakan duabelas tabir.
- Yang pertama dari itu adalah Tabir Kekuatan didalam mana Ruh Nabi s.a.w. mukim (tinggal) selama 12,000 tahun, membaca Subhana rabbil-ala (Maha Suci Rabb-ku, Maha Tinggi).
- Yang kedua adalah Tabir Kebesaran dalam mana dia ditutupi selama 11,000 tahun, berkata, Subhanal Alim al-Hakim (Maha Suci Rabb-ku, Maha Tahu, Maha Bijak).
- Dia dipingit selama 10,000 tahun dalam Tabir Kebaikan, mengucapkan Subhana man huwa daim, la yaqta (Maha Suci Rabb-ku Yang Abadi, Yang Tidak Berakhir).
- Tabir ke-empat adalah Tabir Rahman, disitu ruh mulia itu tinggal selama 9,000 tahun, memuja Allah, berkata: Subhana-rafi’-al-‘ala (Maha Suci Rabb ku Yang Ditinggikan, Maha Tinggi).
- Tabir kelima adalah Tabir Nikmat, dan di situ tinggal selama 8,000 tahun, mengagungkan Allah dan berkata, Subhana man huwa qa’imun la yanam. (Maha Suci Rabb-ku Yang Selalu Ada, Yang Tidak Tidur).
- Tabir ke-enam adalah Tabir Kemurahan; dimana dia tinggal selama 7,000 tahun, memuja, Subhana-man huwal-ghaniyu la yafqaru (Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Kaya, Yang Tidak Pernah Menjadi Miskin).
- Kemudian diikuti tabir ke tujuh, Tabir Kedudukan. Disini ruh tercerahkan itu tinggal selama 6,000 tahun, memuja Allah dan berkata : Subhana man huwal Khaliq-an-Nur (Maha Suci Rabb-ku Maha Pencipta, Maha Cahaya Light).
- Berikutnya, Dia menyelimutinya dengan tabir ke delapan, Tabir Petunjuk dimana dia tinggal selama 5,000 tahun, memuja Allah dan berkata, Subhana man lam yazil wa la yazal. (Maha SuciRabb-ku Yang Keberadaan Nya Tak Pernah Berhenti, Yang Tidak Musnah).
- Kemudian diikuti tabir ke sembilan, yaitu Tabir Kenabian dimana dia tinggal selama 4,000 tahun, mengagungkan Allah: Subhana man taqarrab bil-qudrati wal-baqa. (Maha Suci Rabb-ku yang Mengajak Dekat dengan Maha Kuat dan Maha Langgeng).
- Kemudian datang Tabir Keunggulan, tabir ke sepuluh dimana ruh yang tercerahkan ini tinggal selama 3,000 tahun, membaca pepujian untuk Pencipta dari Semua Sebab, berkata, “Subhana dhil-arshi amma yasifun(Maha Suci Rabb-ku Pemilik Singgasana Diatas Semua Karakter Yang Dilekatkan Kepada Nya).
- Tabir ke-sebelas adalah Tabir Cahaya. Disana dia tinggal selama 2,000 tahun, berdoa, Subhana dhil-Mulk wal-Malakut. (Maha Suci Rabb-ku Maha Raja semua Kerajaan Langit dan Bumi).
- Tabir ke-dua belas adalah Tabir Intervensi (Syafa’at), dan disana dia tinggal selama 1,000 tahun, berkata “Subhana-rabbil-’azhim” (Maha Suci Rabb-ku, Maha Anggun).
Penciptaan AHMAD Tercinta

Setelah itu Allah menciptakan sebuah pohon yang dikenal sebagai Pohon Kepastian.
-Pohon ini memiliki empat cabang. Dia menempatkan ruh yang diberkahi tadi pada salah satu cabang, dan dia terus menerus memuja Allah untuk 40,000 tahun, mengatakan, Allahu dhul-Jalali wal-Ikram. (Allah, Pemilik Keperkasaan dan Kebaikan).
-Setelah dia memuja Nya demikian itu dengan pepujian yang banyak dan beragam, Allah S.W.T. menciptakan sebuah cermin,dan Dia meletakannya demikian hingga menghadapi ruh Habibullah, dan memerintahkan ruh itu untuk memandangi cermin itu.
- Ruh itu melihat ke dalam cermin dan melihat dirinya terpantul sebagai pemilik bentuk yang paling cantik/ bagus dan sempurna.
-Dia kemudian membaca lima kali, Shukran lillahi taala (terima kasih kepada Allah, Maha Tinggi Dia), dan tersungkur dalam posisi sujud dihadapan Rabb-nya. Dia tetap bersujud seperti itu selama 100 tahun, mengatakan Subhanal-aliyyul-azhim, wa la yajhalu. (Maha Suci Rabb ku Maha Tinggi Maha Anggun, Yang Tidak Mengabaikan Apapun); Subhanal-halim alladhi la yuajjalu. (Maha Suci Rabb-ku Maha Toleran, Yang Tidak Tergesa-gesa); Subhanal-jawad alladhi la yabkhalu. (Maha Suci Rabb ku Maha Pemurah Yang Tidak Pelit).
-Karena itulah Penyebab (Adanya) Makhluq mewajibkan ummat Muhammad s.a.w. untuk melakukan sujud (sajda) lima kali dalam sehari– lima shalat dalam jangka waktu siang sampai malam ini adalah sebuah hadiah kehormatan bagi ummat Muhammad s.a.w..
Dari Nur Muhammad

Berikutnya Allah menciptakan sebuah lampu jamrut hijau dari Cahaya,
-dan dilekatkan pada pohon itu melalui seuntai rantai cahaya. Kemudian Dia menempatkan ruh Muhammad s.a.w. di dalam lampu itu dan memerintahkannya untuk memuja Dia dengan Nama Paling Indah (Asma al-Husna).
Itu dilakukannya, dan dia mulai membaca setiap satu dari Nama itu selama 1,000 tahun. Ketika dia sampai kepada Nama ar-Rahman (Maha Kasih), pandangan ar-Rahman jatuh kepadanya dan ruh itu mulai berkeringat karena kerendahan hatinya.
Tetesan keringat jatuh dari padanya, sebanyak yang jatuh itu menjadi nabi dan rasul, setiap tetes keringat beraroma mawar berubah menjadi ruh seorang nabi.! Mereka semua berkumpul di sekitar lampu di pohon itu, dan Azza wa Jala berkata kepada Nabi Muhammad s.a.w., Lihatlah ini sejumlah besar nabi yang Aku ciptakan dari tetesan keringatmu yang menyerupai mutiara.
Mematuhi perintah ini, dia memandangi mereka itu, dan ketika cahaya mata itu menyentuh menyinari objek itu, maka ruh para nabi itu sekonyong konyong tenggelam dalam Nur Muhammad s.a.w., dan mereka berteriak, Ya Allah, siapa yang menyelimuti kami dengan cahaya?
!Allah menjawab mereka, Ini adalah Cahaya dari Muhammad Kekasih Ku, dan kalau kamu akan beriman kepadanya dan menegaskan risalah kenabiannya, Aku akan menghadiahkan kepada kamu kehormatan berupa kenabian.
!Dengan itu semua ruh para nabi itu menyatakan iman mereka kepada kenabiannya, dan Allah berkata, Aku menjadi saksi terhadap pengakuanmu ini, dan mereka semua setuju. Sebagaimana disebutkan di dalam al Quran yang Suci:
Dan ketika Allah bersepakat dengan para nabi itu : Bahwa Aku telah memberi kamu Kitab dan Kebijakan; kemudian akan datang kepadamu seorang Rasul yang menegaskan kembali apa-apa yang telah apa padamu–kamu akan beriman kepadanya dan kamu akan membantunya; apa kamu setuju? Dia berkata. Dan apakah kamu menerima beban Ku kepadamu dengan syarat seperti itu. Mereka berkata, Benar kami setuju. Allah berkata, Bersaksilah demikian, dan Aku akan bersama kamu diantara para saksi.
(Ali Imran, 3:75-76)
Kemudian ruh yang murni dan suci itu kembali melanjutkan bacaan Asma ul Husna lagi.
Ketika dia sampai kepada Nama al-Qahhar, kepalanya mulai berkeringat sekali lagi karena intensitas dari al Qahhar itu, dan dari butiran keringat itu Allah menciptakan ruh para malaikat yang diberkati.
Dari keringat pada mukanya, Allah menciptakan Singgasana dan Hadhirat Ilahiah,
Kitab Induk dan Pena, matahari, rembulan dan bintang -bintang.
Dari keringat di dadanya Dia menciptakan para ulama, para syuhada dan para mutaqin.
Dari keringat pada punggungnya dibuat lah Bayt-al-Ma’mur (rumah surgawi),
Kabatullah (Kaba), dan Bayt-al-Muqaddas (Haram Jerusalem),
dan Rauda-i-Mutahhara (kuburan Nabi Suci s.a.w.di Madinah), begitu juga semua mesjid di dunia ini.
Dari keringat pada alisnya dibuat semua ruh kaum beriman, dan dari keringat punggung bagian bawahnya dibuatlah semua ruh kaum tak-beriman, pemuja api dan pemuja patung.
Dari keringat di kaki nya dibuatlah semua tanah dari timur ke barat, dan semua apa-apa yang berada didalamnya. Dari setiap tetes keringatlah ruh seorang beriman atau tak-beriman dibuatnya. Itulah sebabnya Nabi Suci s.a.w.disebut juga sebagai Abu Arwah”, Ayah para Ruh. Semua ruh ini berkumpul mengelilingi ruh Muhammad s.a.w., berputar mengelilinginya dengan pepujian dan pengagungannya selama 1,000 tahun; kemudian Allah memerintahkan para ruh itu untuk memandang ruh Muhammad s.a.w..Para ruh mematuhi.
Siapa Memandang kepada Ruh Muhammad s.a.w.
Nah, di antara mereka yang pandangannya jatuh kepada kepalanya ditakdirkan menjadi raja dan kepala negara di dunia ini. Mereka yang memandang kepada dahinya menjadi pemimpin yang adil. Mereka yang memandang matanya akan menjadi hafiz Kalimat Allah (yaitu seorang yang memegangnya kedalam ingatannya). Mereka yang memandang alisnya akan menjadi pelukis dan artist. Mereka yang memandang telinganya akan menjadi mereka yang menerima peringatan dan nasehat. Mereka yang melihat pipinya yang penuh barakah menjadi pelaksana karya yang bagus dan pantas. Mereka yang melihat mukanya menjadi hakim dan pembuat wewangian, dan mereka yang melihat bibirnya yang penuh barokah menjadi menteri.
Barang siapa melihat mulutnya akan menjadi mereka yang banyak berpuasa. Barangsiapa yang melihat giginya akan menjadi kelihatanbagus/cantik, dan siapa yang melihat lidahnya akan menjadi utusan /duta raja-raja. Barang siapa melihat tenggorokannya yang penuh barokah akan menjadi khatib dan mu’adhdhin (yang mengumandangkan adhan). Barang siapa memandang janggutnya akan menjadi pejuang di jalan Allah. Barang siapa memandang lengan atasnya akan menjadi seorang pemanah atau pengemudi kapal laut, dan barang siapa melihat lehernya akan menjadi usahawan dan pedagang.
Siapa yang melihat tangan kananya akan menjadi seorang pemimpin, dan siapa yang melihat tangan kirinya akan menjadi seorang pembagi (yang menguasai timbangan dan mengukur catu kebutuhan hidup). Siapa yang melihat telapak tangannya menjadi seorang yang gemar memberi; siapa yang melihat belakang tangannya akan menjadi kolektor. Siapa yang melihat bagian dalam dari tangan kanannya menjadi seorang pelukis; siapa yang melihat ujung jari tangan kanannya akan menjadi seorang calligrapher, dan siapa yang melihat ujung jari tangan kirinya akan menjadi seorang pandai besi.
Siapa yang melihat dadanya yang penuh baraokah akan menjadi seorang terpelajar, meninggalkan keduniaan (ascetic) dan berilmu. Siapa yang melihat punggungnya akan menjadi seorang yang rendah hati dan patuh pada hukum Shari’a. Siapa yang melihat sisi badanya yang penuh barokah akan menjadi seorang pejuang. Siapa yang melihat perutnya akan menjadi orang yang puas, dan siapa yang melihat lutut kanannya akan menjadi mereka yang melaksanakan ruk’u dan sujud. Siapa yang melihat kakinya yang penuh barokah akan menjadi seorang pemburu, dan siapa yang melihat telapak kakinya menjadi mereka yang suka bepergian. Siapa yang melihat bayangannya akan mejadi penyanyi dan pemain saz (lute). Semua yang memandang tetapi tidak melihat apa-apa akan menjadi kaum tak-beriman, pemuja api dan pemuja patung. Mereka yang tidak memandang sama sekali akan menjadi mereka akan menyatakan bahwa dirinya adalah tuhan, seperti Nimrod, Pharoah dan sejenisnya.
Kini semua ruh itu diatur dalam empat baris.
- Di baris pertama berdiri ruh para nabi dan rasul, a.s.;
- Di baris kedua ditempatkan ruh para orang suci, para sahabat Allah;
- Di baris ketiga berdiri ruh kaum beriman, laki dan perempuan;
- Di baris ke empat berdiri ruh kaum tak-beriman.
Semua ruh ini tetap berada dalam dunia ruh di hadhirat Allah S.W.T.sampai waktu mereka tiba untuk dikirim ke dunia fisik.
Tidak seorang pun tahu kecuali Allah S.W.T. yang tahu berapa selang waktu dari waktu diciptakannya ruh penuh barokah Nabi Muhammad sampai diturunkannya dia dari dunia ruh ke bentuk fisiknya itu.
Diceritakan bahwa Nabi Suci Muhammad s.a.w. bertanya kepada malaikat Jibra'il ,
! Berapa lama sejak engkau diciptakan?
! Malaikat itu menjawab, Ya h Rasulullah, saya tidak tahu jumlah tahunnya, yang saya tahu bahwa setiap 70,000 tahun seberkas cahaya gilang gemilang menyorot keluar dari belakang kubah Singgasana Ilahiah; sejak waktu saya diciptakan cahaya ini muncul 12,000 kali.
Apakah engkau tahu apakah cahaya itu?” bertanya Muhammad s.a.w..
Tidak, saya tidak tahu,” berkata malaikat itu. “Itu adalah Nur ruhku dalam dunia ruh, jawab Nabi Suci s.a.w.. Pertimbangkan kemudian, berapa besar jumlah itu, jika 70,000 dikalikan 12,000 !

Sufi Road : Hadits tentang Nur Muhammad

Sufi Road : Hadits tentang Nur Muhammad

Sebagaimana Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dengan sanadnya sampai ek Jaabir bin Abdullah Al An-shaari; bahwasanya ia pernah bertanya :”Demi Ayah Ibuku ya Rasulullah, Beritahukanlah padaku tentang suati yang dicipta Allah sebelum segala yang lain1”
Jawab beliau; “Wahai Jabiir, Sesungguhnya Allah telah menciptakan Nur Nabimu :Muhammad, dari Nur-Nya sebelum sesuatu yang lain (didalam kitab maulid Simtud Duror)
Hadits Jabir berhubung Nur Muhammad s.a.w. yang diriwayatkan oleh Imam 'Abdur Razzaq terus menjadi pertikaian. Sebahagian mentsabitkannya, manakala sebagian lagi menolaknya dengan alasan tidak dijumpai termaktub dalam Musannaf beliau. Sebagian menjadikan ketakwujudan atau mungkin ketakjumpaan hadits tersebut dalam Musannaf sebagai alasan untuk menolak dan membid'ah konsep Nur Muhammad. Akan tetapi di sebagian yang menolak tsabitnya hadits Jabir tersebut, ada juga yang tidak menolak konsep Nur Muhammad, mereka cuma menolak pentsabitan hadits tersebut.
Walau apa pun, wujudnya perbedaan pendapat ini jelas menunjukkan bahawa perkara ini termasuk dalam perkara khilafiyyah yang berlaku di kalangan ulama. Maka sewajarnya kita menjaga adab dalam perkara ini demi keutuhan ukhuwwah dan kesatuan umat.

Majalah Dakwah Bulanan yang dibawah penyeliaan dan pimpinan Habib Taufiq as-Segaf, "Cahaya Nabawiy" edisi No. 63 Tahun VI Rajab 1429, turut memuatkan jawapan pengasuh ruangan Istifta'nya, Ustaz Muhibbul Aman Aly, berhubung hadits Nur Muhammad ini.
Hadits tentang Nur Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Abdur Rozaq ini diantaranya disebutkan oleh Syekh Sa'dud Din at-Taftazani dalam kitab "Syarh Burdatul Madikh", Syekh Sulayman al-Jamal dalam kitab "Syarh al-Syamail", Syaikh Ibnu Hajar al-Haytami dalam kumpulan fatwa haditsnya, Syekh Ahmad al-Showi al-Maliki dalam kitab "Bulghotus Salik", Syekh Abdulloh al-Khifaji dalam kitab "al-Siroh al-Halabi" dan ulama-ulama lainnya.
Ada sebagian orang yang meragukan keberadaan hadits ini, karena redaksi hadits ini tidak ditemukan dalam kitab Musnad (kumpulan hadits) Abdur Rozaq yang beredar saat ini, tetapi alasan ini tidak kuat, karena terbukti para ulama dahulu banyak mengutip hadits ini dari riwayat Abdur Rozaq. Ini berarti redaksi hadits ini termuat dalam manuskrip kitab Musnad Abdur Rozaq yang beredar pada zaman dahulu, dan yang beredar saat ini bukan manuskrip yang lengkap sebagaimana yang diterima oleh para ulama pada masa dahulu.

Pada tahun 1428H / 2007M, Syekh 'Isa bin Abdulloh al-Khimyari, seorang ulama ahli hadits, mengaku telah menemukan manuskrip kuno kitab Musnad Abdur Rozaq yang didalamnya tertulis beberapa hadits yang tidak ditemukan dalam cetakan yang beredar saat ini. Termasuk di dalamnya hadits tentang Nur Muhammad SAW ini. Meskipun penemuan ini masih diragukan oleh sebahagian kalangan, yang jelas hadits ini telah banyak dinukil oleh para ulama terdahulu. Ini sudah cukup membuktikan keberadaannya. Terlepas dari perbedaan pendapat para ahli hadits tentang kesahihannya.
Beginilah kedudukan hadits Nur Muhammad yang diriwayatkan oleh Sayyidina Jabir r.a. Dalam penolakan sebahagian, sebahagian pula menerima dan mentsabitkannya. Dan yang jelas, para ulama daripada kalangan habaib Bani 'Alawi dan Ahli Sunah WAl jamaah pada umumnya menerima dan berpegang dengan hadits tersebut sebagaimana termaktub dalam karya Habib 'Ali bin Muhammad al-Habsyi yang termasyhur "Simthud Durar" diatas.

Sufi Road : GURU SEKUMPUL DAN WACANA LOKALITAS TENTANG ‘NUR MUHAMMAD’

Sufi Road : GURU SEKUMPUL DAN WACANA LOKALITAS TENTANG ‘NUR MUHAMMAD’


Alimul Fadhil H. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari (Guru Sekumpul) pernah menyinggung dan menguraikan pembahasan tentang salah satu tema yang selalu aktual diperbincangkan dalam dunia tasawuf, yakni wacana tentang ‘Nur Muhammad’ dalam salah satu pengajian beliau di Komplek al-Raudah Sekumpul Martapura. Untuk membutiri kembali pandangan tentang Nur Muhammad dimaksud seiring dengan peringatan haul beliau yang ke-5 tahun ini (5 Rajab 1431 H ─ 17 Juni 2010 M) berikut tulisan ini dihadirkan guna pencerahan. Apakah yang dimaksud dengan Nur Muhammad tersebut?

Dalam kitab Hikayat Nur Muhammad diceritakan bahwa tubuh manusia (anak Adam) mengandungi tiga unsur, yakni jasad, hati dan roh. Di dalam roh terdapat hakikat, di dalam hakikat tersimpan rahasia, rahasia itulah yang dinamakan makrifah Allah. Di dalam makrifah pula ada zat yang tidak menyerupai sesuatu pun. Rahasia atau makrifah Allah ini dinamakan Insan Kamil. Insan Kamil dijadikan dari Nur yang melimpah dari zat Haqq Ta’ala.

Menurut riwayat, sumber cerita tentang kejadian Nur Muhammad ini bermula dari biografi Nabi Muhammad yang ditulis oleh Ibnu Ishaq (sejarawan Islam). Dalam biografi tersebut, Ibnu Ishaq ada mencatat riwayat yang menyatakan bahwa Allah telah menciptakan Nur Muhammad dan Nur itu telah diwarisi melalui generasi nabi-nabi hingga ia sampai kepada Abdullah bin Abdul Muthalib dan turun kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian terdapat sejumlah hadis yang menerangkan tentang Nur tersebut, antaranya, “sesungguhnya yang mula-mula dijadikan oleh Allah adalah cahaya-ku (Nur Muhammad)………”. Beragam pandangan terhadap hadis ini, ada yang menyatakan maudhu’ (tertolak), dhaif (lemah), bersumber dari falsafah Yunani, tetapi ada pula yang menyatakan bahwa riwayat tersebut boleh diterima karenanya sanadnya bersambung.
Hadis tersebut cukup panjang matannya dan diringkas sebagai berikut: “Dan telah meriwayatkan oleh Abdul Razak dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah ra, beliau berkata: “Ya Rasulullah, demi bapaku, engkau dan ibuku, khabarkanlah daku berkenaan awal-awal sesuatu yang Allah telah ciptakan sebelum sesuatu! Bersabda Nabi Saw: “Ya Jabir, sesungguhnya Allah menciptakan sebelum sesuatu, Nur Nabi-mu daripada Nur-Nya’. Maka jadilah Nur tersebut berkeliling dengan Qudrat-Nya sekira-kira yang dihendaki Allah. Padahal tiada pada waktu itu lagi sesuatu pun; tidak ada lauh mahfuzh, qalam, sorga, neraka, Malaikat, langit, bumi, matahari, bulan, jin dan manusia; tiada apa-apa yang diciptakan, kecuali Nur ini.

Dari nur inilah kemudian diciptakan-Nya qalam, lauh mahfuzh dan Arsy. Allah kemudian memerintahkan qalam untuk menulis, dan qalam bertanya, “Ya Allah, apa yang harus saya tulis?” Allah berfirman: “Tulislah La ilaha illallah Muhammad Rasulullah.” Atas perintah itu qalam berseru: “Oh, betapa sebuah nama yang indah dan agung Muhammad itu, bahwa dia disebut bersama Asma-Mu yang Suci, ya Allah.” Allah kemudian berkata, “Wahai qalam, jagalah kelakuanmu ! Nama ini adalah nama kekasih-Ku, dari Nur-nya Aku menciptakan arsy, qalam dan lauh mahfuzh; kamu, juga diciptakan dari Nur-nya. Jika bukan karena dia, Aku tidak akan menciptakan apa pun.” Ketika Allah telah mengatakan kalimat tersebut, qalam itu terbelah dua karena takutnya akan Allah dan tempat dari mana kata-katanya tadi keluar menjadi tertutup, sehingga sampai dengan hari ini ujung nya tetap terbelah dua dan tersumbat, sehingga dia tidak menulis, sebagai tanda dari rahasia ilahiah yang agung. Maka, jangan seorangpun gagal dalam memuliakan dan menghormati Nabi Suci, atau menjadi lalai dalam mengikuti contohnya (Nabi) yang cemerlang, atau membangkang dan meninggalkan kebiasaan mulia yang diajarkannya kepada kita.………dan seterusnya.
Bagaimana penjelasan Guru Sekumpul tentang Nur Muhammad tersebut? Secara ringkas penjelasan beliau sebagaimana konten materi pengajian yang bertemakan tentang ‘Kesempurnaan’ (penjelasan ini bahkan beliau ulang-ulang tidak kurang dari tiga kali) boleh diringkaskan sebagai berikut:

Beliau memulai penjelasannya dengan ungkapan yang sangat dikenal dalam dunia tasawuf, di mana untuk mengenal Tuhan seseorang harus terlebih dahulu mengenal akan dirinya. Maksudnya, untuk sampai kepada pengenalan terhadap Tuhan, menurut Guru Sekumpul haruslah terlebih dahulu dipahami dua hal. Pertama, ia harus terlebih dahulu mengenal asal mula akan kejadian dirinya sendiri, dari mana, di mana dan bagaimana ia dijadikan? Kedua, ia harus terlebih dahulu mengetahui apa sesuatu yang mula-mula dijadikan oleh Allah Swt. Kedua perkara di atas menjadi prasyarat kesempurnaan bagi para penuntut (salik) dalam mengenal (makrifah) kepada Allah.

Adapun yang mula-mula dijadikan oleh Allah adalah Nur Muhammad Saw yang kemudiannya dari Nur Muhammad inilah Allah jadikan roh dan jasad alam semesta. Bermula dari Nur Muhammad inilah maka sekalian roh (dan roh manusia) diciptakan Allah sedangkan jasad manusia diciptakan mengikut kepada dan dari jasad Nabi Adam as. Karena itu, Nabi Muhammad Saw adalah ‘nenek moyang roh’ sedangkan Nabi Adam as adalah ‘nenek moyang jasad’. Hakikat dari penciptaan Adam as sendiri adalah berasal dari tanah, tanah berasal dari air, air berasal dari angin, angin berasal dari api, dan api itu sendiri berasal dari Nur Muhammad. Sehingga pada prinsipnya roh manusia diciptakan berasal dari Nur Muhammad dan jasad atau tubuh manusia pun hakikatnya berasal dari Nur Muhammad. Jadilah kemudian ‘cahaya di atas cahaya’ (QS. An-Nuur 35), di mana roh yang mengandung Nur Muhammad ditiupkan kepada jasad yang juga mengandung Nur Muhammad. Bertemu dan meleburlah kemudian roh dan jasad yang berisikan Nur Muhammad ke dalam hakikat Nur Muhammad yang sebenarnya. Tersebab bersumber pada satu wujud dan nama yang sama, maka roh dan jasad tersebut haruslah disatukan dengan mesra menuju kepada pengenalan Yang Maha Mutlak, Zat Wajibul Wujud yang memberi cahaya kepada langit dan bumi, dan yang semula menciptakan, sebagaimana mesranya hubungan antara air dan tumbuhan, di mana ada air di situ ada tumbuhan, dan dengan airlah segala makhluk dihidupkan (QS. Al-Anbiya 30). Pengenalan terhadap hakikat Nur Muhammad inilah maqam atau stasiun yang terakhir dari pencarian akan makrifah kepada Allah, Martabat Nur Muhammad inilah martabat yang paling tinggi, dan pengenalan akan Nur Muhammad inilah yang menjadi ‘kesempurnaan ilmu atau ilmu yang sempurna’.

Menarik untuk mengkaji ulang penjelasan Guru Sekumpul di atas dengan membandingkannya kepada penjelasan tokoh-tokoh tasawuf yang juga membahas dan menyinggung tentang wacana ini.
Al-Hallaj yang mencetuskan teori hulul misalnya menyatakan bahwa Nur Muhammad mempunyai dua bentuk, yakni Nabi Muhammad yang dilahirkan dan menjadi cahaya rahmat bagi alam “tidaklah engkau diutus wahai (Muhammad Rasulullah Saw) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam” (martabat al-a’yanu’l Kharijiyyah) dan yang berbentuk Nur (martabat a’yanu’l Thabitah). Nur Muhammad adalah cahaya semula yang melewati dari Nabi Adam ke nabi yang lain bahkan berlanjut kepada para imam maupun wali; cahaya melindungi mereka dari perbuatan dosa (maksum); dan mengaruniai mereka dengan pengetahuan tentang rahasia-rahasia Illahi. Allah telah menciptakan Nur Muhammad jauh sebelum diciptakan Adam as. Lalu, Allah menunjukkan kepada para malaikat dan makhluk lainnya, bahwa: “Inilah makhluk Allah yang paling mulia”. Oleh itu, harus dibedakan antara konsep Nur (Muhammad) sebagai manusia biasa (seorang Nabi) dan Nur Muhammad secara dimensi spiritual yang tidak dapat digambarkan dalam dimensi fisik dan realiti.

Menurut sufi, Muhyiddin Ibn Arabi, Nur Muhammad sebagai prinsip aktif di dalam semua pewahyuan dan inspirasi. Melalui Nur ini pengetahuan yang kudus itu diturunkan kepada semua nabi, tetapi hanya kepada Ruh Muhammad saja diberikan jawami al-qalim (firman universal).
Sedangkan menurut pencetus teori ‘insan kamil’, Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428 M) dalam karyanya, al-Insan al-Kamil fî Ma’rifat al-Awakhir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Mengetahui Allah Sejak Awal hingga Akhirnya), menyatakan bahwa Nur Muhammad memiliki banyak nama sebanyak aspek yang dimilikinya. Ia disebut ruh dan malak apabila dikaitkan dengan ketinggiannya. Tidak ada kekuasaan makhluk yang melebihinya, semuanya tunduk mengitarinya, karena ia kutub dari segenap malak. Ia disebut al-Haqq al Makhluq bih, (al-Haqq sebagai alat pencipta), hanya Allah yang tahu hakikatnya secara pasti. Dia disebut al-Qalam al-A’la (pena tertinggi) dan al-Aql al-Awal (akal pertama) karena wadah pengetahuan Tuhan terhadap alam maujud, dan Tuhanlah yang menuangkan sebagian pengetahuannya kepada makhluk. Adapun disebut al-Ruh al-Ilahi (ruh ketuhanan) karena ada kaitannya dengan ruh al-Quds (ruh Tuhan), al-Amin (ruh yang jujur) adalah karena ia adalah perbendaharaan ilmu tuhan dan dapat dipercayai-Nya. Oleh itu, menurut Al-Jili, lokus tajalli al-Haq yang paling sempurna adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad ini telah ada sejak sebelum alam ini ada, ia bersifat qadim lagi azali. Nur Muhammad itu berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam berbagai bentuk para nabi, yakni Adam, Nuh, Ibrahim, Musa hingga dalam bentuk nabi penutup (khatamun nabiyyin), Muhammad Saw.

Banyak lagi penjelasan dan pembahasan tentang Nur Muhammad dimaksud. Karena, memang sejak awal kedatangan dan perkembangan Islam di ‘Bumi Nusantara’, wacana Nur Muhammad dalam berbagai konteksnya sehingga sekarang, telah menarik perhatian umat Islam. Hal ini paling tidak didukung oleh tiga faktor.
Pertama, terlihat dari banyaknya salinan yang beredar pada masa itu berkenaan dengan ‘Hikayat Nur Muhammad’ Misalnya, Hikayat Nur Muhammad naskah Betawi yang disalin pada tahun 1668 M oleh Ahmad Syamsuddin Syah. Menurut Ali Ahmad (2005) sehingga sekarang, sekurang-kurangnya terdapat tujuh versi Hikayat Nur Muhammad.

Kedua, apresiasi terhadap konsep Nur Muhammad telah mendorong lahirnya karya klasik ulama Nusantara yang secara khusus berisikan pembahasan tentang teori ini. Antaranya adalah kitab Asrar al-Insan fi Makrifah al-Ruh wa al-Rahman karya Nuruddin al-Raniri (Aceh), tiga kitab karangan Hamzah Fansuri (Barus-Aceh); Asrar al-‘Arifin, Syarab al-‘Asyiqin, dan al-Muntahi, serta Nur al-Daqa’iq oleh Syamsuddin al-Sumaterani (Pasai). Dalam kitab Asrar al-Insan dijelaskan bahwa Allah menjadikan Nur Muhammad dari tajalli (manifestasi) sifat Jamal-Nya dan Jalal-Nya, maka jadilah Nur Muhammad itu khalifah di langit dan di bumi; Nur Muhammad adalah asal segala kejadian di langit dan di bumi. Di dalam kitab Asrar al-’Arifin dibincangkan teori wahdah al-wujud yang semula diperkenalkan oleh Abdullah Arif dalam Bahr al-Lahut dan Ibnu Arabi, kemudian dikembangkan lagi oleh Muhammad bin Fadhlullah al-Burhanpuri melalui teori Martabat Tujuh dalam kitab Tuhfah al-Mursalah ila Ruh al-Nabi. Kemudian, dalam al-Muntahi, Hamzah menyatakan bahwa wujud itu satu yaitu wujud Allah yang mutlak. Wujud itu bertajalli dalam dua martabat; ahadiyah dan wahidiyah. Dalam kitab Nur al-Daqa’iq juga dibahas tentang wujudiyah dan martabat tujuh.

Variasi teori Nur Muhammad dalam bentuk martabat tujuh boleh didapati pembahasannya dalam beberapa kitab yang ditulis oleh ulama Melayu Nusantara, antaranya adalah dibahas dalam kitab Siyarus Salikin yang dikarang oleh Syekh Abdul Shamad al-Palimbani; kitab Manhalus Syafi (Uthman el-Muhammady, 2003) yang dikarang oleh Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani; Pengenalan terhadap Ajaran Martabat Tujuh yang dikarang atau dinukilkan kepada Syekh Abdul Muhyi Pamijahan; dan kitab al-Durr al-Nafis yang di karang oleh Syekh Muhammad Nafis al-Banjari. Oleh itu, Syekh Muhammad Nafis al-Banjari dengan kitabnya Al-Durr al-Nafis ditegaskan oleh Wan Mohd Shagir Abdullah (2000) sebagai salah seorang ulama Banjar penganjur ajaran tasawuf Martabat Tujuh di Nusantara.

Dalam teori martabat tujuh dipahami bahwa dunia manusia merupakan dunia perubahan dan pergantian, tidak ada sesuatu yang tetap di dalamnya. Segalanya akan selalu berubah, memudar, dan setelah itu akan mati. Oleh karena itulah, manusia ingin berusaha mengungkap hakikat dirinya agar dapat hidup kekal seperti Yang Menciptakannya. Untuk mengungkap hakikat dirinya, manusia memerlukan seperangkat pengetahuan batin yang hanya dapat dilihat dengan mata hati yang ada dalam sanubarinya. Seperangkat pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu ma‘rifatullah. Ilmu ma’rifatullah merupakan suatu pengetahuan yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia untuk mengenal dan mengetahui Allah. Ilmu ma‘rifatullah terbahagi menjadi dua macam, yaitu ilmu ‘makrifat tanzih’ (transeden) dan ‘ilmu makrifat tasybih’ (imanen). Tuhan menyatakan diri-Nya dalam Tujuh Martabat, yaitu martabat pertama disebut martabat tanzih (la ta‘ayyun atau martabat tidak nyata, tak terinderawi) dan martabat kedua sampai dengan martabat ketujuh disebut martabat tasybih (ta‘ayyun atau martabat nyata, terinderawi). Yakni, martabat Ahadiyyah (ke-’ada’-an Zat yang Esa); martabat Ahadiyyah (ke-’ada’-an Zat yang Esa); martabat Wahidiyyah (ke-’ada’-an asma yang meliputi hakikat realitas keesaan); Keempat, martabat Alam Arwah; martabat Alam Mitsal; martabat Alam Ajsam (alam benda); dan martabat Alam Insan.

Ketujuh proses perwujudan di atas, keberadaannya terjadi bukan melalui penciptaan, tetapi melalui emanasi (pancaran). Untuk itulah, antara martabat tanzih (transenden atau la ta‘ayyun atau martabat tidak nyata) dengan martabat tasybih (imanen atau ta‘ayyun atau martabat nyata) secara lahiriah keduanya berbeda, tetapi pada hakikatnya keduanya sama. Seorang Sâlik yang telah mengetahui kedua ilmu ma‘rifatullah, baik Ma‘rifah Tanzih (ilmu yang tak terinderawi) maupun Ma‘rifah Tasybih (ilmu yang terinderawi), ia akan sampai pada tataran tertinggi, yaitu tataran rasa bersatunya manusia dengan Tuhan atau dikenal dengan sebutan Wahdatul-Wujûd. Huaian tersebut dapat dianalogikan dengan air laut dan ombak. Air laut dan ombak secara lahiriah merupakan dua hal yang berbeda, tetapi pada hakikatnya ombak itu berasal dari air laut sehingga keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisah.
Ketiga, di Nusantara, Hikayat Nur Muhammad merupakan teks yang populer sekitar abad ke-14 M. Ini dibuktikan dengan tersebar luasnya kitab yang berjudul Tarjamah Maulid al-Mustafa bertahun 1351 M (Ali Ahmad, 2005), dan disinggungnya wacana ini dalam kitab Taj al-Muluk, Qishah al-Anbiya, Bustan al-Salatin, atau Hikayat Ali Hanafiah.

Membandingkan apa-apa yang digambarkan oleh Guru Sekumpul berkenaan dengan Nur Muhammad dengan uraian-uraian ulama terdahulu tampaknya tidak jauh berbeda sebagaimana pandangan umum para sufi dalam melihat Nur Muhammad sebagai yang terawal diciptakan dan kemudiannya menjadi sumber dari segala penciptaan.

Di samping itu, menurut Guru Sekumpul maqam Nur Muhammad adalah maqam paling tinggi dari pencarian dan pendakian sufi menuju makrifah kepada Allah, tiada lagi maqam atau stasiun paling tinggi sesudah ini. Kesimpulannya, berbahagialah orang-orang yang dapat menyandingkan penyatuan sumber asal mula penciptaannya dalam satu harmoni, yakni Nur Muhammad, sebab ia berada pada satu kedudukan yang tinggi dan terbukanya segala hijab yang membatasinya.

www.himpunanbanialarsyadiyin.co.cc